Mampukah Situs Sejarah di Malang Menjadi Bahan Pembelajaran Pada Dunia Pendidikan?

Candi Singosari Sebagai Salah Satu Situs Sejarah dengan Kisah Sejarah yang Panjang (Gambar diambil dari web Merbabu.com)
DIORAMALANG.COM, 4 SEPTEMBER 2020 – Malang yang memiliki banyak situs sejarah menjadi jujukan favorit bagi para wisatawan dalam berwisata dan belajar mengenai sejarah. Menyuguhkan pemandangan dan historis yang panjang mengenai situs bersejarah tersebut membuat destinasi wisata bersejarah di Malang memiliki daya tarik tersendiri.
Namun sayang, edukasi di tempat bersejarah terkadang hanya menjadi pelengkap dalam berwisata saja. Tidak mengingat betul bagaimana sejarah tersebut bahkan tidak menutup kemungkinan jika pengunjung sudah mendapatkan informasi tentang sejarah namun tidak mengerti sama sekali.
Hal tersebut dikarenakan situs bersejarah yang ada di Malang memiliki historis yang panjang sehingga penyampaian informasi pun harus secara runtut dan jelas. Maka membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk belajar mengenai sejarah di situs bersejarah tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, timbul pertanyaan apakah bisa situs bersejarah di Malang menjadi bahan belajar pada dunia pendidikan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu penjelasan yang luas sebagai bahan pertimbangan.
Pada dasarnya, situs bersejarah merupakan destinasi wisata edukatif. Artinya tidak hanya sebagai tempat untuk bersenang-senang sambil berfoto melainkan juga sebagai bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran yang dimaksud adalah mengetahui betul sejarah tentang situs bersejarah tersebut.
Tidak hanya sebatas mengenal mitos-mitos yang berkembang akan tetapi juga mengetahui riwayat-riwayat yang bersejarah. Akan tetapi, sangat disayangkan saat ini situs bersejarah sebagai wisata edukasi sangat jauh dari aspek pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan kepada zaman yang modern sehingga cerita bersejarah dianggap kuno.
Padahal jika dilihat lebih dalam, banyak sekali pembelajaran yang bisa didapatkan dari kisah dalam situs bersejarah. Mulai dari pembentukan karakter, cara bersosialisasi hingga pada aspek berpolitik. Jadi bisa dikatakan bahwa kini situs bersejarah hanya menjadi tempat berfoto bahkan hanya menjadi hiasan kota seperti monumen-monumen yang memiliki historis.
Hal tersebut juga dicontohkan oleh penjelasan dari Rizky Agung Novariyanto dalam Jurnal Pendidikan Sejarah, berkaitan dengan fenomena masyarakat Indonesia pada masa sekarang yang kurang peduli dengan riwayat peninggalan-peninggalan sejarah. Rendahnya tingkat kepedulian generasi-generasi remaja untuk memahami sejarah bangsanya membuat kedudukan monumen-monumen sejarah layaknya seperti tidak punya arti.
Melihat fenomena tersebut, sebelum menuju ke proses pembelajaran maka harus terdapat bentuk-bentuk pelestarian. Tentu saja pelestarian yang dimaksud tidak hanya tentang mengenalkan situs bersejarah tersebut. Melainkan juga memberikan informasi yang menarik dan menjadi highlight agar para pengunjung tertarik mengetahui kisah lebih lanjut.
Seperti contoh pada salah satu situs bersejarah yaitu Monumen Pahlawan TRIP dimana yang harus menjadi highlight adalah tentang para pemuda yang gigih berani dalam melawan penjajah Belanda. Dari inti informasi tersebut, maka akan menimbulkan rasa penasaran bagi para pengunjung mulai dari bagaimana bentuk keberaniannya, siapa yang menang dalam perlawanan tersebut, hingga pada pelajaran apa yang bisa dipetik dari kejadian tersebut.
Di sisi lain, pelestarian yang harus dilakukan adalah dengan memanfaatkan situs bersejarah sebagai sumber belajar di dunia pendidikan. Mulai dari pendidikan di tingkat terendah hingga ke tingkat tinggi dan tentunya dengan bobot yang berbeda-beda. Hal tersebut bertujuan agar pelajar tidak cepat merasa bosan dan bisa mengerti informasi tentang sejarah sebagai bahan pembelajaran.
Meskipun terlihat mudah, nyatanya dalam mewujudkan situs bersejarah sebagai bahan pembelajaran tidak semudah yang dibayangkan. Terdapat beberapa permasalahan yang menjadi hambatan dalam mewujudkan situs bersejarah sebagai bahan pembelajaran.
Permasalahan tersebut diantaranya adalah kurangnya minat para pelajar dalam mempelajari sejarah sehingga belajar sejarah hanya sebagai formalitas. Akibatnya, informasi tentang sejarah tidak bisa dimengerti dan menimbulkan rasa tidak peduli. Maka rasa tidak peduli yang timbul akan menyebabkan terhentinya pelestarian tentang situs bersejarah.
Kemudian, permasalahan tidak hanya datang dari sisi pelajar melainkan juga dari sisi pengajar. Dimana para pengajar kebanyakan masih memberikan materi dalam konteks ini adalah materi pembelajaran tentang sejarah dengan satu arah saja. Hal tersebut membuat para pelajar hanya mampu mendengarkan dan hanya sedikit pertanyaan bagi yang memahami.
Pembelajaran satu arah harus bisa dirubah mengingat pelajaran sejarah membutuhkan keaktifan dari para pelajar agar mampu dimengerti. Seperti halnya memberikan ilustrasi secara langsung melalui pemanfaatan situs-situs bersejarah. Ditambah lagi penyampaian bahan pembelajaran tentang sejarah harus menarik dengan mengikuti zaman.
Permasalahan terakhir adalah sistem waktu dalam menyampaikan bahan ajar tentang situs bersejarah. Dimana mayoritas waktu pembelajaran di dunia pendidikan belum memandang serius mengenai pembelajaran situs bersejarah.
Hal tersebut dibuktikan dengan sedikitnya waktu yang diberikan untuk mempelajari sejarah sehingga para pengajar hanya mampu memberikan segelintir informasi dan tidak menyeluruh.
Melalui beberapa permasalahan tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa belajar sejarah dengan memanfaatkan situs bersejarah masih bisa terlaksana dengan optimal.
Bahkan, penggunaan situs bersejarah dalam belajar akan memberikan kesegaran bagi para pelajar. Hal tersebut dikarenakan para pelajar juga akan menikmati berwisata namun dengan tidak meninggalkan aspek pembelajaran.
Pemanfaatan situs bersejarah sebagai sumber pembelajaran juga dijelaskan oleh Arif Rahman dalam penelitiannya, dimana ia menjelaskan bahwa pemanfaatan situs sejarah sebagai sumber belajar dimaksudkan agar pembelajaran juga dapat memanfaatkan aspek dari lingkungan sebagai pendukung dari keberhasilan pendidikan di sekolah.
Artinya semua yang ada di lingkungan bisa dijadikan sebagai sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa tidak terkecuali pada situs sejarah. Hal ini juga dapat meningkatkan potensi siswa dalam mengembangkan dirinya dalam suatu pembelajaran sejarah.
Maka masih sangat mampu jika situs bersejarah menjadi bahan pembelajaran di dunia pendidikan karena selain bisa melestarikan sejarah tersebut, pembelajaran juga bisa memperkuat situs bersejarah sebagai wisata edukasi. (Awp)
Penulis: Alvien Wardhana P
Editor: Rofidah Noor