Kopi Menjadi Budaya Manusia?

Coffe And Bean (Gambar diambil dari web Freepik.com)
DIORAMALANG.COM, 31 AGUSTUS 2020 – Kata budaya mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita, karena dari SD, SMP, SMA bahkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti kuliah, kita selalu mempelajarinya. Pengertian budaya juga banyak dan beragam, para ahli juga sering mengemukakan pendapatnya dengan bahasa dan kalimat yang pada intinya sebenarnya sama saja.
Kalau saya boleh menyimpulkan, pengertian budaya adalah kebiasaan atau perilaku yang dilakukan oleh sekelompok orang secara terus menerus dan turun temurun dari generasi ke generasi.
Tapi saya tidak berani menyebutkan bahwa hal tersebut adalah yang paling benar, karena saya hanya menyimpulkan dari apa saya pelajari saja. Namun yang jadi pertanyaan saya selama ini, apakah nongkrong sambil minum kopi juga sudah masuk dalam budaya kita?
Hal tersebut dikarenakan menurut definisi kebudayaan yang ada, seharusnya nongkrong sambil ngopi juga bisa dikategorikan dengan sebuah budaya. Lihat saja pada sekeliling kita, baik anak-anak, remaja, dewasa, tua, pria bahkan wanita semua melakukannya.
Bila melihat kembali definisi mengenai budaya, baik itu dari pendapat para ahli maupun dari pendapat saya tadi. Cobalah pikirkan kembali, bukankah nongkrong sambil ngopi sangat masuk akal bila sudah menjadi bagian dari budaya kita.
Tapi jujur sedikit berat memang untuk mengatakan bila kopi adalah bagian dari budaya Indonesia karena menurut kenyataanya, saat ini hampir semua negara termasuk Indonesia sudah melakukannya.
Ambil contoh kafe terkenal di luar negeri sana, seperti Starbucks contohnya. Berapa banyak orang yang datang setiap hari kesana hanya untuk menikmati secangkir kopi sambil ngobrol dan tertawa? Bila bukan budaya apalagi coba namanya?
Bahkan menurut Economy.okezone.com yang ditulis pada tahun 2019, jumlah kafe Starbucks yang ada di belahan dunia sana tercatat mencapai total 30.000 cabang. Bukankah hal tersebut seperti menandakan, bahwa kebiasaan bercengkrama sambil menikmati seduhan kopi sudah menjadi adat culture (budaya) manusia?
Bila kopi menjadi budaya manusia, sebenarnya ada rasa takut juga. Karena bila kopi sudah resmi menjadi budaya, akankah budaya lain yang diturunkan nenek moyang tetap terjaga?
Melihat situasi dan kondisi mengenai budaya saat ini sebenarnya cukup memprihatinkan. Kini, kata pelestarian budaya kini hanya manis dibibir saja. Banyak dari kalangan manusia yang mengaku cinta budaya namun masih saja meninggalkannya.
Mungkin bisa dikatakan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap budaya akan tercipta bila ada hadiahnya. Iya, memang bukan semua masyarakat Indonesia. Namun sejauh perjalanan hidup saya, entah karma atau memang sudah menjadi kebiasaan bersama. Tapi orang yang saya temui, rata-rata mengaku cinta budaya hanya lewat bibir saja.
Entah apa penyebabnya, karena alasannya cukup banyak dan beragam. Namun menurut Dyah Satya Yoga Agustin dalam Jurnal Sosial Humaniora dikatakan, bahwa penyebab yang paling berpengaruh akan hilangnya rasa cinta budaya di Indonesia ternyata adalah karena adanya arus globalisasi.
Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda menjadi kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan budaya. Hal ini ditunjukan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-sehari, mulai dari cara berpakaian, berdandan dan berkelakukan semua sudah ala kebarat-baratan.
Hal tersebut ditujukan pada saat ini sudah banyak yang tidak mau lagi untuk mengenakan pakaian tradisional, sehingga pelestarian budaya menjadi sangat langka bagi generasi anak muda.
Selain itu, bila kopi memang benar sudah menjadi budaya manusia, saya takut manusia akan terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan penganut budaya lama (tradisional) dan penganut budaya baru (modern). Memang dalam budaya lama (tradisional) kopi sudah ada, bahkan orang yang jaga ronda juga menyeduh kopi untuk membantunya agar tetap terjaga.
Namun pandangan saya, kebiasaan minum kopi di zaman dulu belum bisa dianggap sebagai budaya. Karena menurut saya, orang zaman dulu hanya meminum kopi karena menyukai rasa manisnya saja. Pada era lama, kopi juga masih hanya dianggap sebagai minuman pria saja.
Jadi saya menyimpulkan, kebiasaan minum kopi di masa lalu hanya dianggap menjadi pembukti bahwa laki-laki sudah dewasa. Karena sepengetahuan saya, pada masa lalu minuman memang sempat mengalami genderisasi. Seperti wanita di identikan dengan minum teh, pria di identikan dengan minum kopi, dan anak-anak di identikan dengan minum susu.
Sehingga bagi penganut budaya lama (tradisional) meskipun sesama peminum kopi budaya warisan nenek moyang tetap terlestarikan. Tapi lain cerita di zaman sekarang ini, saya bisa katakan kopi memang sudah menjadi budaya kita, karena peminumnya sudah bukan lagi pria dewasa, melainkan seluruh kalangan khususnya para remaja, baik pria maupun wanita semua sama saja.
Apalagi saat ini, sejauh yang saya tau para peminum kopi sudah tidak lagi mencampurkan terlalu banyak gula atau bahkan mungkin sudah tidak menggunakan gula sama sekali. Selain itu, suhu panas kopi dan rasa pahit dari kopi ternyata juga memiliki makna bagi penikmatnya. Namun entah apa maknanya, tapi yang jelas saat ini kopi memang sudah menjadi budaya dari manusia.
Seperti yang dikatakan oleh Nadya Afdholy dalam Jurnal Satwika, dimana perilaku mengkonsumsi kopi sekarang ini sudah dilakukan oleh semua kalangan, mulai dari kalangan menengah bawah sampai kalangan menengah atas semua sudah mengkonsumsi kopi. Perilaku menikmati kopi sekarang ini sudah tidak hanya menjadi sebuah kebiasaan namun juga sudah menjadi budaya masyarakat. Dalam perilaku mengkonsumsi kopi ada makna tertentu dari setiap individu.
Makna minum kopi sendiri dalam masyarakat sekarang ini tidak lagi menjadi satu-satunya aktivitas untuk memenuhi kebutuhan nilai fungsi, melainkan sebagai pemenuhan kebutuhan nilai simbolik. Dimana pemaknaan minum kopi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi juga sebagai alat untuk mengekspresikan diri.
Bila kopi nanti resmi menjadi budaya manusia, saya sebenarnya tidak mempermasalahkannya karena dengan adanya kopi, keberagaman budaya kita menjadi bertambah dari sebelumnya. Hanya saja yang saya takutkan kelak, bagaimana bila ketenaran budaya kopi, membuat manusia lupa diri dan perlahan meninggalkan budaya yang telah lama diwariskan oleh nenek moyang. (Syz)
Penulis: Syaifudin Zuhri
Editor: Shofiyatul Izza