Grebeg Tengger Tirto Aji, Tradisi Kabupaten Malang yang Masih Terjaga

Grebeg Tengger Tirto Aji yang Diselenggarakan Oleh Suku Tengger (Gambar diambil dari web Sindonews.com)

DIORAMALANG.COM, 2 AGUSTUS 2020 – Halo Ker, jika kalian berkunjung ke Gunung Bromo pasti kalian akan mengingat tentang suku yang ada di sana. Ya, suku Tengger, tradisi dan budaya pada suku ini terbilang masih cukup terjaga. Mulai dari tradisi Kasada yang diadakan setiap tahun di Gunung Bromo, hingga tradisi yang belum banyak diketahui oleh masyarakat yakni Grebeg Tengger Tirto Aji.

Namanya memang masih sangat asing sekali didengar oleh masyarakat. Tradisi yang baru dipublikasikan oleh Pemerintah Malang pada tahun 2013 ini memiliki rangkaian acara yang cukup panjang.

Sebelum mengetahui bagaimana rangkaian pada tradisi Grebeg Tengger Tirto Aji dan apa saja makna dari tradisi tersebut. Ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu suku Tengger ya Ker.

Bersumber dari Liputan6.com, suku Tengger merupakan suku asli yang mendiami wilayah Gunung Bromo dan Semeru yang meliputi Kabupaten Lumajang, Probolinggo, Malang, dan Pasuruan.

Penjelasan suku Tengger juga dijelaskan oleh Joko Tri Haryanto dalam jurnal penelitian yang ditulisnya, secara sosiologis masyarakat adat Tengger dalam kehidupannya cenderung mengedepankan rasa kekeluargaan, toleran, mengutamakan kerjasama secara masif (kolektif) dalam berbagai hal. Anggota masyarakat Tengger melakukan interaksi (dalam keluarga) maupun hubungan eksternal (antar anggota masyarakat) yang mengikuti institusi sosial yang ada dan benar-benar dibatasi oleh codes of conduct, norma, adat, dan konvensi.

Dalam kajian Parsiada Hindu Dharma Provinsi Jawa Timur 1973 dalam jurnal penelitian Joko Tri Haryanto, menjelaskan bahwa agama yang dianut orang Tengger adalah Buddha Mahayana. Namun demikian, ditilik dari cara beribadah dan upacara keagamaannya, agama tersebut kurang menunjukkan adanya tanda ke-Buddhaan.

Tetapi menurut Aziz (2011:67) agama masyarakat adat Tengger sebenarnya dianggap cenderung kepada agama Buddha Mahayana, meskipun bila ditinjau dari cara beribadah dan kepercayaannya lebih cenderung pada perpaduan antara Buddha, Hindu, dan kepercayaan tradisional.

Warga Suku Tengger yang Berada di Sekitar Gunung Bromo (Gambar diambil dari web Medium.com)

Bentuk lain yang menguatkan identitas penampilan mereka sebagai orang Tengger adalah penggunaan sarung dalam penampilan sehari-hari, termasuk saat ke ladang maupun acara lainnya. Sarung yang digunakan bukan hanya sebagai penghangat tubuh saja, namun memiliki arti agar tidak tersesat dan tidak bingung arah.

Identitas lainnya adalah penggunaan bahasa Tengger yang sedikit berbeda dengan bahasa Jawa umumnya. Hal ini karena beberapa kosa kata yang umum dipergunakan oleh orang Tengger merupakan kosa kata kuno dalam bahasa Jawa.

Misalnya untuk menyebut saya dengan kata Reang (untuk laki-laki) atau Isun (untuk perempuan), Rika atau Sira untuk kamu, picis untuk menyebut uang, paran (apa) dan masih banyak lagi.

Jempana yang Dihasilkan dari Hasil Bumi Warga Tengger (Gambar diambil dari web Harianbhirawa.co.id)

Setelah mengenal ciri-ciri orang Tengger, lalu bagaimana dengan rangkaian tradisi Grebeg Tengger Tirto Aji yang diadakan setiap tahun di Kabupaten Malang, tepatnya di Sendang Widodaren Wendit.

Berdasarkan laporan dari Kompasiana.com, acara ini dimulai dengan mengarak jampana sayuran dan buah-buahan hasil bumi dari masyarakat Tengger mulai dari masuk hingga pendopo.

Tarian 7 Bidadari Pada Grebeg Tengger Tirto Aji (Gambar diambil dari web Kompasiana.com)

Kemudian dilanjut dengan Tari Tujuh Bidadari sebagai perlambang untuk mengambil air. Setelah tari selesai, Bupati Malang yang akan mengambil air suci di Sendang Widodaren Wendit untuk warga yang disaksikan ketua adat Suku Tengger.

Pengambilan Air Suci di Sendang Widodaren Wendit Malang (Gambar diambil dari web Jawapos.com)

Setelah prosesi pengambilan air selesai, barulah proses syukuran berlangsung dengan membacakan doa-doa baik untuk kebaikan dan keselamatan warga juga keberhasilan untuk hasil tanam selanjutnya.

Setelah acara doa selesai, warga pun langsung merubung dan rebutan jempana sayuran dan buah-buahan. Rebutan nasi tumpeng pun tak kalah ramai. Segala usia berebut mengambil “buruan” terbanyak.

Warga yang Berebut Jempana (Gambar diambil dari web Kompasiana.com)

Makna dari Grebeg Tengger Tirto Aji sendiri merupakan wujud rasa syukur yang dihaturkan warga kepada Sang Pencipta. Selain wujud rasa syukur dengan memberikan sesaji, warga Tengger juga berbagi berkah dengan warga sekitar melalui jempana yang telah dibuat.

Begitu juga dengan prosesi pengambilan air di mata air Sidodaren untuk dibawa warga ketika kembail ke Tengger. Suku Tengger juga percaya jika di Bromo bersumber dari mata air di Pemandian Wendit yakni air Sidodaren tersebut. Air tersebut nantinya akan disiramkan ke ladang maupun diminum untuk kesehatan.

Seperti yang kita ketahui sebelumnya, bahwa tradisi dari suku Tengger ini sangat beragam sekali. Jika sebelumnya tradisi Kasada yang digelar setiap tahun di Gunung Bromo berhasil membuat wisatawan hadir ke Gunung Bromo bukan hanya untuk sekedar berwisata alam, melainkan juga untuk melakukan wisata edukasi mengenai kebudayaan dan tradisi suku Tengger.

Untuk itu, kali ini Grebeg Tengger Tirto Aji juga dijadikan sebagai agenda tahunan yang digelar di Sendang Widodaren Wendit dengan harapan juga dapat mendatangkan wisatawan lokal hingga Mancanegara. “Dengan ritual ini diharapkan mampu memperkuat image adat suku Tengger yang memberikan kontribusi maksimal kepada masyarakat Kabupaten Malang,” Ungkap Drs. H. M. Sanusi, MM, Bupati Malang yang dikutip dari Timesindonesia.co.id.

Pernyataan dari Koentjaraningrat (1994:83) dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Ayu Mukhtaromi dkk, menjelaskan bahwa pelestarian kebudayaan merupakan sebuah sistem yang besar, mempunyai berbagai macam komponen yang berhubungan dengan subsistem kehidupan di masyarakat. Kebudayaan merupakan cikal bakal dari masyarakat. Budaya dibuat oleh masyarakat, tidak ada masyarakat tanpa budaya, yang berarti hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan.

Meski Grebeg Tengger Tirto Aji masih jarang diketahui oleh masyarakat bahkan warga Malang sendiri, setidaknya kita telah mengenal sedikit bagaimana makna dari tradisi ini. Begitu juga kita juga telah mengenal bagaimana ciri-ciri suku Tengger sendiri. Maka tidak ada salahnya jika kalian juga ikut serta dalam acara tradisi ini. Dengan begitu kalian akan lebih mengerti tentang tradisi Grebeg Tengger Tirto Aji. (Siw)

Penulis: Shofiyatul Izza W

Editor: Rofidah Noor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.