Mengintip Bantengan: Seni Budaya dengan Atraksi Berbahaya

Kesenian Bantengan yang Masih Ramai Diminati Masyarakat (Gambar diambil dari web Radarmalang.jawapos.com)

DIORAMALANG.COM, 8 JUNI 2020 – Beberapa pemain Bantengan terlihat mempersiapkan diri untuk tampil. Suara sholawat terdengar merdu melalui pengeras suara. Delapan pemain kemudian muncul dari balik keramaian penonton menuju lokasi penampilan dengan membagi timnya menjadi empat Banteng. Kemunculan ditandai dengan seseorang yang memecutkan tali panjang ke udara. Magis. Meski dilaksanakan di tengah desa namun acara terlihat berani namun tetap khidmat. Namun apa sih sebenarnya Bantengan sendiri?

Kesenian Bantengan merupakan sebuah seni pertunjukan budaya tradisional yang memadukan seni pencak silat dan sendra tari, menggunakan Kanuragan, serta diiringi musik gamelan lengkap dengan syair atau mantra yang diucapkan oleh sinden dan dipercaya sangat magis. Pada mulanya, seni Bantengan dipertunjukkan dengan unsur gerakan silat yang memiliki sejarah. Sejarah tersebut berdasarkan laporan dari Vice.com kesenian Bantengan muncul sejak zaman Kerajaan Singasari, diperkirakan ada pada Tahun 1222.

Konon penciptanya, adalah Patih Kerajaan Singasari bernama Santiko Joyo yang melihat anak muda masa itu lebih suka rebahan alih-alih belajar silat untuk mempertahankan kerajaan dari serangan musuh. Santiko Joyo menciptakan kesenian yang dipadupadakan dengan pencak silat. Inspirasinya muncul setelah berbulan-bulan bersemedi, lantas melihat sekumpulan banteng di tanah lapang meregang nyawa akibat ancaman harimau.

Patih Santiko Joyo memperhatikan bentuk tanduk banteng yang melengkung ke atas layaknya seorang yang sedang berdoa. Pertempuran hidup mati dua binatang itu mengilhaminya gerakan tari yang berfungsi sekaligus sebagai jurus silat. Dari cerita tersebut akhirnya muncul peran-peran banteng dan harimau sebagai simbol gerakan tari dan jurus silat.

Dalam memerankan Bantengan sendiri, dilakukan oleh dua orang pemain laki-laki, yang masing-masing memiliki posisi berbeda. Pemain pertama berada di posisi depan sebagai kepala banteng, dan yang kedua berada di bagian belakang sebagai ekor. Pada setiap pertunjukannya mereka akan menghadirkan banteng jantan dan betina. Pertunjukan ini tidak hanya menghadirkan tokoh banteng tetapi juga melibatkan tokoh macan dan monyet yang juga memiliki peran berbeda.

Tokoh Macan yang Terdapat Dalam Aksi Bantengan (Gambar diambil dari web Travelingyuk.com)

Peran tokoh lain dari Bantengan ialah gerombolan macan, serta penari pendukung yang berkostum kera. Sama halnya dengan tradisi lain yang ada di Indonesia, setiap penari itu akan kerasukan roh halus. Setiap penari yang memainkan tokoh-tokoh hewan tadi dikendalikan oleh pendekar silat, yang tugasnya mengawasi serta menghentakkan cambuk ke tanah membuat pertunjukan ini menjadi menegangkan.

Hal tersebut menjadi pembeda antara Bantengan zaman dulu dengan zaman sekarang. Perbedaan tersebut juga dijelaskan oleh Maulana M Lutfi Syifa dalam penelitiannya tentang Bantengan, menjelaskan bahwa Bantengan yang lahir pada jaman dulu merupakan perguruan silat saja dan pada masa kemerdekaan kesenian Bantengan tidak lagi berfungsi sebagai mana awalnya namun sudah total menjadi sebuah bentuk kesenian yang mandiri.

Dalam aksi teatrikal setiap kelompok kesenian Bantengan mempunyai perbedaan dan ciri khas masing-masing namun secara garis besar pertunjukan kesenian Bantengan ini selalu dibuka dengan atraksi-atraksi pencak silat sebagai seni dasar terbentuknya kesenian Bantengan.

Sisi menarik dari kesenian ini ialah ketika para pemain Bantengan ini akan masuk pada tahap trance yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur banteng (Dhanyangan). Bantengan akan dibantu untuk kesurupan oleh beberapa orang yang menggunakan warna pakaian yang berbeda yaitu merah dan hitam. Seseorang yang menggunakan pakaian serba merah biasa disebut abangan dan yang menggunakan pakaian serba hitam biasa disebut irengan.

Ditambah lagi, hal yang membuat masyarakat masih suka dengan pertunjukan Bantengan sampai sekarang yaitu pada saat para pemain kesurupan, dan juga pada gerakan silatnya. Meskipun zaman dulu adegan kesurupan tidak ada dalam Bantengan, namun saat ini adegan kesurupan dan atraksi yang dinilai berbahaya justru menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat.

Dalam seni pertunjukan Bantengan, juga terdapat ritual yang merupakan sebuah tahapan terpenting yang harus dilalui sebelum memulai sebuah pertunjukan. Ritual biasanya dilakukan pada jarak beberapa hari sebelum tanggal yang ditentukan oleh penyelenggara acara. Dalam akun youtube Hendrik Irfan yang membahas tentang kearifan lokal kesenian Bantengan dimana Agus Tubrun selaku pendiri padepokan Bantengan Nusantara mengatakan, tujuan diadakannya ritual dalam seni pertunjukan Bantengan adalah untuk menghormati para arwah leluhur pendahulu, sekaligus juga untuk meminta izin kepada para leluhur bahwa akan diadakan sebuah pertunjukan Bantengan didalam desanya.

Ritual untuk meminta izin kepada para arwah leluhur ini, biasanya disebut sebagai ritual pamit. Ritual pamit biasanya dilakukan oleh Pamong (sesepuh dalam Bantengan) dan juga Pendekar, sebutan bagi para pemain Bantengan untuk memanggil orang-orang yang memiliki ilmu kanuragan dalam seni pertunjukan Bantengan. Untuk melakukan ritual pamit, tidak bisa disembarangan tempat Ker, ritual ini biasanya harus dilakukan di Punden (makam yang dikeramatkan) atau di suatu tempat yang dirasa paling sakral dari masing-masing desa yang akan menyelenggarakan pertunjukan Bantengan.

Menurut Miftahul Huda, mantan pemain Bantengan di Padepokan Putro Manungggal, menjelaskan bahwa terdapat beberapa barang yang harus dibawa ketika melakukan ritual. “Biasanya itu kalo ke punden itu bawa dupa sama bunga tujuh rupa, sama bawa juga artribut Bantengan kaya kepala Banteng, Cemeti (cambuk Bantengan), sama Udeng (ikat kepala tradisional) buat didoain juga”, ujarnya.

Dalam seni pertunjukan Bantengan, ritual pamit bukanlah satu-satunya ritual yang dilakukan sebelum melakukan sebuah pertunjukan Bantengan. Para penari yang akan tampil dalam pertunjukan Bantengan, juga diharuskan untuk melakukan sebuah ritual khusus. Ritual yang dilakukan oleh para pemain biasanya yaitu bertapa dan juga berpuasa sebelum pada hari pertunjukan tiba.

Miftahul Huda juga menjelaskan bahwa ritual bertapa dan berpuasa perlu dilakukan untuk dapat dirasuki roh halus (ghaib) kedalam tubuh penari karena hal tersebut tidaklah mudah. Namun jika para penari sudah melalui proses ritual seperti berpuasa dan bertapa, memasukan sebuah roh halus (ghaib) kedalam tubuh sang penari akan menjadi lebih mudah.

Persiapan Sebelum Memulai Aksi Bantengan (Gambar diambil dari web Vice.com)

Meskipun begitu, dalam melakukan aksi Bantengan pun juga tidak boleh sembarangan. Selain melakukan ritual-ritual tertentu, pelaku aksi ini juga harus memiliki ilmu-ilmu tertentu. Tujuan adanya ilmu dalam seni Bantengan adalah sebagai bukti bahwa hal-hal ghaib itu ada dan juga sebagai bukti atas kebesaran Yang Maha Kuasa. Selain itu, ilmu yang dimiliki juga berguna sebagai kontrol diri agar pelaku aksi Bantengan tidak dikendalikan oleh makhluk halus yang merasukinya.

Ilmu yang digunakan dalam kesenian Bantengan merupakan perpaduan antara ilmu Jawa dan Islam (kejawen). Dalam ilmu tersebut, terdapat ilmu tenaga dalam atau biasa disebut dengan Ilmu Kanuragan yang merupakan ilmu Jawa turun-temurun.

Menurut Mukhamad Rikza dalam Jurnal Studi Agama, menjelaskan bahwa kanuragan adalah ilmu yang berfungsi untuk membela diri secara supernatural dimana pengetahuan ini mencakup kemampuan untuk bertahan melawan serangan dan kemampuan menyerang dengan kekuatan yang luar biasa. Maka tidak heran jika para pemain kesenian Bantengan tidak mengalami luka atau merasa kesakitan dalam melakukan aksi-aksi yang dinilai berbahaya.

Hal tersebut dikarenakan ilmu kanuragan yang dimiliki para pemain Bantengan atau Ilmu Kanuragan yang disalurkan oleh pemilik Ilmu Kanuragan kepada pelaku aksi tersebut.

Kemudian, perpaduan antara Ilmu Kanuragan dengan ajaran-ajaran Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Mukhamad Rizka juga menyimpulkan bahwa ilmu kanuragan berbasis Islam adalah untuk mendapatkan nilai-nilai Islam, terutama dalam hal perawatan spiritual dan seni bela diri melalui penguatan iman secara psikologis. Masuknya ajaran Islam dalam ilmu kanuragan yang diterapkan dalam kesenian Bantengan berguna untuk mencegah perbuatan atau perilaku buruk bagi yang ingin belajar tentang ilmu tersebut.

Berdasarkan hasil riset dalam Jurnal Penelitian Ilmiah yang ditulis oleh Ahmad Khoyyum dan kawan-kawan , menjelaskan bahwa saat ini terdapat indikasi pergeseran yang dialami pemain Bantengan. Sebelumnya, para pemain Bantengan hanya perlu menerima ilmu yang disalurkan oleh pemilik ilmu. Namun, sekarang pemain Bantengan menyusuri tempat-tempat misterius dan angker untuk melakukan ritual dan semedi sehingga beraneka ragam jin menguasai diri pemain Bantengan.

Hal tersebut sangatlah berbahaya karena jin bisa merasuki pemain Bantengan tanpa mengenal tempat dan waktu. Maka dari itu, perlunya ajaran-ajaran Islam dalam mencari ilmu kanuragan berguna untuk mencegah keburukan dimana suatu agama tidak akan mengajarkan tentang keburukan.

Dalam mempelajari Ilmu Kanuragan berbasis Islam, juga terdapat ritual-ritual tertentu. Tentunya ritual tersebut berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Mulai dari bertapa dengan wirid, berdoa dengan melaksanakan sholat hingga melakukan istighatsah secara rutin dengan melakukannya berdasarkan tuntunan yang benar dan tidak di tempat-tempat yang misterius. Meskipun dalam konteks ritual, akan tetapi hal tersebut tidak terlepas dari wujud pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa.

Muhamad Nashichuddin dan kawan-kawan dalam Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia yang mereka tulis menjelaskan mantra dimana terdapat mantra yang digunakan secara umum dalam kesenian bantengan dimana mantra tersebut merupakan perpaduan antara mantra Islam dan Jawa. Berikut mantra tersebut, “Lailaanta subhanakka inikuntum minat dzolimin danyang lor kidul etan kulon ketemu kalap tak repno tengahe latar sun mata ajiku ajine wong sak jagat  tak ajine nang awak insun kulo.” Arti dari mantra tersebut adalah “Ya Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau. Sungguh aku ini termasuk orang-orang yang zalim arwah dari arah Barat, Timur, Selatan, dan Utara bertemu. Saya kumpulkan di tengah lapangan di depan  mata saya. Jimat saya dan jimat orang terdahulu saya pakai jimatnya untuk badan saya.”

Meskipun mantra tersebut bisa dibaca oleh semua orang, namun tidak seluruhnya bisa memiliki Ilmu Kanuragan. Hanya orang-orang yang mampu menjalankan amalan secara terus-menerus dengan tuntunan dari orang yang memiliki Ilmu Kanuragan.

Ritual yang Dilakukan Dalam Aksi Bantengan (Gambar diambil dari web Travelingyuk.com)

Adanya Ilmu Kanuragan dalam pertunjukkan kesenian Bantengan tidak lain adalah menambahkan unsur magis. Selain untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, tentu adanya unsur magis juga untuk menarik minat para masyarakat dalam menikmati pertunjukkan kesenian Bantengan. Unsur magis yang dihadirkan dengan Ilmu Kanuragan merupakan penampilan atraksi-atraksi berbahaya dan aneh namun tetap memiliki keunikan.

Atraksi tersebut diantaranya memakan binatang hidup diantaranya ular, ayam dan kelinci. Tidak hanya itu, aksi berbahaya juga ditunjukkan dengan memakan benda-benda aneh dengan benda berbahan dasar kaca seperti gelas, piring, bahkan lampu neon panjang yang mungkin bila dirupiahkan harganya bisa mencapai Rp 50 ribu. Aksi aneh dan jarang terjadi seperti makan binatang hidup dan beling kemudian menjadi barang favorit para penonton karena dinilai unik dan menarik.

Namun tidak sembarang orang yang bisa melakukan atraksi tersebut. hanya orang-orang yang dibekali dengan ilmu kanuragan yang bisa melakukannya.

Untuk bisa melakukan atraksi ekstrem tanpa melukai diri, pemain sebelumnya harus sudah dibekali Ilmu Kanuragan selama di padepokan. Penjelasan tentang ilmu kanuragan juga dijabarkan oleh Ening Herniti dalam Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam yang ia tulis, menyatakan bahwa secara umum masyarakat Jawa membagi Ilmu Kanuragan menjadi dua bagian yaitu ilmu hitam dan ilmu putih. Ilmu hitam adalah ilmu yang dapat mencelakan manusia. Sebaliknya, ilmu putih adalah ilmu yang dapat menolong atau memberi manfaat kepada orang lain.

Ilmu putih diharapkan dapat menetralisasi keberadaan ilmu hitam. Nah ilmu yang digunakan disini adalah ilmu putih yang dipelajari dari seorang pendekar (sebutan bagi profesional yang memiliki Ilmu Kanuragan dalam seni Bantengan). Kemudian syarat selanjutnya adalah pemain yang memakan binatang hidup dan beling harus dalam keadaan tidak sadar dan kesurupan. Miftahul Huda menyatakan bahwa untuk bisa kesurupan sendiri tidaklah mudah. Ia mengatakan bahwa makhluk halus di tiap tempat itu berbeda, yang pasti makhluk halus harus memiliki media atau wadah yang bagus agar bisa memasuki raga seorang pemain.

Makanya terkadang para pemain Bantengan itu harus melakukan puasa dan bertapa terlebih dahulu sebelum pertunjukan agar raganya bisa dimasuki oleh roh halus.

Pemain Bantengan yang Sedang Mengalami Kesurupan (Gambar diambil dari web Travelingyuk.com)

Setelah menyimak beberapa penjelasan di atas, setidaknya membuat rasa penasaran kita pada setiap aksi yang dilakukan pada seni Bantengan sudah sedikit terjawab. Lalu bagaimana bisa mereka setiap melakukan atraksi memakan kaca atau beling dan benda tajam lainnya, tidak merasakan efek apapun setelah melakukan atraksi? Tentu saja hal tersebut masih menjadi pertanyaan.

Setelah mereka tersadar dari kesurupan, jika dilihat mereka seperti tidak merasakan kesakitan pada bagian perut maupun mulut yang digunakan untuk mengunyah kaca atau beling. Mungkin jika secara sadar dan normal, tentu saja banyak hal yang tidak diinginkan dapat terjadi. Seperti misalnya pendarahan berlebih pada sekitar mulut, dikarenakan memakan kaca dengan jumlah yang banyak.

Lalu bagaimana aksi memakan kaca atau beling menurut kesehatan? Apakah perut bagian dalam mereka aman-aman saja? Dan adakah efek jangka panjang yang akan dialami oleh pelaku atraksi pada kesenian Bantengan?

Di dalam tubuh kita banyak sekali zat-zat yang ikut membantu dalam proses mengolah makanan pada organ-organ tertentu. Dikutip dari Boombastis.com, bahwa sebenarnya di dalam rongga mulut terdapat lapisan tebal untuk melindungi rongga mulut, lapisan itu bernama mukosa. Ditambah lagi penjabaran dari Debraina Santoso dan kawan-kawan dalam Jurnal Penelitian yang mereka tulis, menjelaskan bahwa mukosa rongga mulut adalah jaringan yang melapisi rongga mulut, terdiri dari dua bagian yaitu epitel dan lamina propia. Lamina propia mengandung serabut kolagen, serabut elastik, rerikulin, dan jaringan penghubung. Lapisan di bawah lamina probia adalah lapisan submukosa, yang merupakan jaringan ikat kendor yang mengandung lemak, pembuluh darah, limfa, dan saraf.

Adanya lapisan-lapisan tersebut tentu saja membuat kita jika secara sengaja maupun tidak sengaja memakan benda-benda tajam. Maka tidak akan melukai bagian rongga mulut, hingga mengeluarkan darah dengan volume yang cukup banyak. Tetapi tentu saja jangan pernah melakukan aksi debus seperti Bantengan tanpa adanya pengawasan dan ilmu-ilmu tersendiri ya Ker.

Beralih pada bagian perut atau organ dalam. Seperti laporan dari Boombastis.com, Dokter Lusie Arifin mengungkapkan pernyataan jika ternyata, perut manusia itu diciptakan dengan kekuatan lebih oleh Tuhan karena terdapat asam hidroklorat di dalamnya. Sehingga lambung bisa melarutkan benda dengan model apapun termasuk pecahan kaca sekalipun.

Lalu, Dokter Lusie Arifin juga menjelaskan kalau tubuh manusia mampu menahan kuatnya asam hidroklorat tersebut. Sebab di dalam lambung terdapat 500.000 sel pelindung dinding yang akan selalu berganti setiap tiga hari sekali dan juga mengelupas per menit.

Selain itu di dalam organ lambung juga terdapat enzim yang ikut membantu memproses pencernaan makanan. Adanya asam klorida atau asam hidroklorat juga membantu proses pencernaan makanan pada lambung. Berdasarkan penjelasan dari Alodokter.com, fungsi utama dari asam klorida adalah memecah protein dalam makanan dan melawan virus atau bakteri yang masuk bersamaan dengan makanan.

Tidak hanya itu, asam klorida juga berfungsi untuk mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Oleh karena itu, jika para pelaku debus pada Bantengan memakan kaca. Tentu saja masih dapat dicerna oleh organ tubuhnya, maka tidak heran jika mereka sedang melakukan aksi debus seolah tidak merasa kesakitan pada tubuhnya.

Lalu apa yang dirasakan oleh pemain aksi debus pada seni Bantengan seusai mereka tersadar dari kesurupan? “Efek e iku lek mari mangan beling loro kabeh, ngilu, perih” (Efeknya itu kalau setelah makan beling sakit semua, ngilu perih) terang Miftahul Huda. Tentu saja hal itu dapat terjadi pada pemain aksi debus Bantengan ketika mereka sudah normal kembali. Dampak kesehatan yang dialami pun pastinya juga sangat berbahaya, walaupun organ tubuh dapat mencerna.

Berdasarkan informasi dari Alodokter.com, menurut dr. Novalia Arisandy menyatakan bahwa benda asing (pecahan kaca) yang tertelan yang  masuk ke organ pencernaan dapat menimbulkan efek yang berbahaya, terutama bila pecahan kaca besar dan tajam. Pecahan kaca dapat berisiko menimbulkan luka pada dinding saluran pencernaan, menimbulkan sumbatan, atau bisa tersangkut dan bertahan lama di tubuh sehingga menyebabkan terjadinya reaksi peradangan.

Beberapa hal tersebut juga tergantung dari ukuran dan kondisi pecahan kacanya, bila ukurannya sangat kecil umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan komplikasi apapun, nantinya dapat keluar bersamaan dengan tinja saat buang air besar. Namun, bila pecahan kaca besar dan tajam dapat menimbulkan komplikasi seperti di atas, biasanya ditandai dengan rasa mengganjal di tenggorokan, nyeri menelan, dan lainnya.

Berdasarkan pernyataan di atas tentu dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya atraksi debus memakan kaca pada seni Bantengan sangat berbahaya sekali untuk dilakukan secara terus menerus. Terlebih lagi dengan efek jangka panjang yang nantinya akan dapat dirasakan oleh pemain aksi debus tersebut.

Kisah panjang Bantengan harus terus dilestarikan. Budaya dan tradisi ini harus terus diwariskan pada generasi selanjutnya agar anak bangsa di masa mendatang tetap mengenal Bantengan dan kelak bisa mencintai Bantengan. Meski teknologi informasi makin menguat dan melenakan masyarakat, namun semangat para pegiat Bantengan juga tak boleh kalah menguat ketika menciptakan pengaruh pada masyarakat untuk tetap mempertahankan budaya ini. 

Penulis : Tim Redaksi

1 thought on “Mengintip Bantengan: Seni Budaya dengan Atraksi Berbahaya

  1. pertama kali baca tentang bantengan, dan ga nyangka ternyata seninya bener-bener sebagus itu! semoga lain kali bisa nyaksiin acaranya langsung di malang

Tinggalkan Balasan ke m. kasyif Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.