Tarian yang Menggambarkan Prajurit Berangkat ke Medan Perang

Tari Grebeg Sabrang salah satu seni budaya asli Malang (Foto: Sarah Sa’daika)

DIORAMALANG.COM, 28 APRIL 2020 – Terdengar suara iringan musik gendang dengan gamelan ala Jawa Timuran. Terlihat para penari dengan topengnya mulai masuk bersama-sama secara bergantian. Hal itu dibarengi suara gemerincing gongseng di kaki sang penari yang terasa khas sekali, Suatu penampilan tari pasukan perang. Begitulah kesan pertama yang di dapat dari Tari Grebeg Sabrang. Sebuah tari yang mewujudkan tentang perjalanan prajurit kerajaan Sabrang menuju medan perang, dengan keberanian yang gigih dan gagah perkasa.

Menurut asal usulnya Tari Grebeg Sabrang berasal dari Jawa Timur tepatnya berada di Kota Malang. Secara filosofi, Grebeg atau Garebegialah suatu kata dalam bahasa Jawa yang memiliki arti ‘diirid ing bala akeh’ (diiringi oleh prajurit yang banyak), yang juga bisa diartikan sebagai prajurit yang akan melakukan perang bersama-sama. Sedangkan Sabrang diambil dari kata ‘Seberang’ yang artinya yaitu pasukan dari negeri seberang yang datang untuk mengikuti rajanya yakni Raja Klana Sewandana.

Kemudian, prajurit tersebut mengikuti rajanya guna untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan menjajah serta menculik para ratu atau putri istana. Jadi tarian ini menggambarkan tentang prajurit yang akan berangkat berperang bersama rajanya menuju ke negeri seberang yang jauh.

Tari-tarian yang ada di Indonesia tentunya memiliki beberapa jenis. Mulai dari tari tradisional, tari kontemporer dan tari modern. Tari-tarian tersebut bisa dilakukan secara individu maupun secara berkelompok. Tari Grebeg Sabrang disini merupakan jenis tarian tradisional yang bisa dilakukan secara individu maupun berkelompok. Dimana penari yang berada paling depan digambarkan sebagai jendral atau prajurit perang, sedangkan penari yang lain adalah para pengikutnya.

Seni tari sendiri merupakan seni yang menggunakan gerakan tubuh secara berirama serta gemulai yang dilakukan pada waktu dan tempat tertentu, hal ini guna untuk mengungkapkan perasaan, tujuan, dan pikiran. Serta merupakan perpaduan gerakan antara raga, irama, dan rasa yang memiliki nilai estetika dan memiliki potensi simbolik.

Kostum yang dipakai di setiap tarian pasti berbeda. Begitupun dengan Tari Grebeg Sabrang, ia juga memiliki kostum khusus yang harus dipakai oleh penarinya. Berikut kostum atau pakaian yang harus dikenakan pada tarian ini yaitu:

  • Jamang (Mahkota)
  • Topeng
  • Kalung Kace
  • Rompi Baju
  • Aksesoris Sayap
  • Keris
  • Celana Bludru
  • Sabuk Tari
  • Rapek (Jarik)
  • Gelang pada Lengan dan Pergelangan Tangan
  • Kaos Kaki Putih
  • Gongseng di Kaki
  • Memakai dua sampur, masing-masing berwarna merah dan kuning. Sampur kuning berada di pinggang, dan sampur merah berada di atas lengan untuk dimainkan.

Para penari tradisional khas Malang biasanya mengenakan topeng. Topeng yang digunakan juga memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik topeng Malangan diperkuat dengan kombinasi warna yang berbeda, diantaranya merah, putih, hitam, kuning, dan hijau. Masing-masing warna memiliki arti keberanian, kesucian, kebijaksanaan, dan kebahagiaan.

Sedangkan topeng yang digunakan pada Tari Grebeg Sabrang disini dominan berwarna merah, representasi dari warna tersebut melambangkan keberanian yang tangguh dan rasa nafsu amarah yang besar.

Visualisasi wajah pada topeng yang ditampilkan menunjukkan nilai tertentu yang menggambarkan sisi positif dan negatif suatu karakter. Pada topeng Tari Grebeg Sabrang yang dominan digambarkan memiliki wajah merah, memiliki taring, mata melotot, beralis dan berkumis tebal, serta janggut brewok. Penari yang menggunakan topeng tersebut memiliki peran antagonis.

Gerakan yang ada di dalam tarian ini memakai gerak tradisi khas Malangan. Dimana gerakan tersebut gagah dan tegas, dibarengi dengan lenggokan badan serta gerak kaki yang lihai serta menunjukan para prajurit akan berangkat ke medan perang. Gerakan tersebut digambarkan dengan gerakan tari yang dilakukan secara rampak (kompak) dan formasi tari yang lurus atau sejajar.

Pada umumnya prajurit sabrang pada adegan Tari Grebeg dibawakan oleh empat orang penari, posisi mereka mengarah ke depan penonton, lalu membuat formasi berderet dua bagian, atau berjajar lurus ke belakang. Formasi yang menunjukkan adanya kekuatan magis adalah gerak melingkar, biasanya dengan menggunakan gejekan, atau labas dan gelap yang dilakukan dengan cara berputar membuat angka delapan yang disebut ngendali, atau bergerak melingkar searah dengan putaran jarum jam atau disebut dengan ‘prapatan’ (formasi segiempat) 

Namun seiring perkembangan zaman yang ada pada saat ini, membuat banyak tari tradisonal dilupakan maupun ditinggalkan. Hal ini disebabkan munculnya budaya dari luar yang masuk ke Indonesia, yang akibatnya membuat budaya kita sendiri lambat laun mulai terkikis. Akan tetapi beberapa padepokan atau UKM tari dari Universitas yang ada di Indonesia khusunya di Malang masih melestarikan tari tradisional Grebeg Sabrang tersebut.

Seperti yang dilakukan salah satu UKM yang ada di Universitas Muhammadiyah Malang bernama Sangsekarta. UKM tersebut sering membawakan bermacam-macam tari tradisional yang ada di Indonesia. Tari Grebeg Sabrang merupakan salah satu tarian yang sering mereka bawakan.

UKM ini sering diundang untuk membawakan tari tersebut pada acara-acara besar. Salah satunya pada tahun 2019 lalu, pada saat UMM menjadi tuan rumah kontes Kapal Cepat Tak Berawak Nasional (KKCTBN). Pada saat pembukaan acara tersebut UKM Sangsekarta membawakan flashmob beberapa tarian tradisional, yang salah satunya yaitu Tari Grebeg Sabrang.

Sarah, salah satu mahasiswa yang sekaligus penari UKM Sangsekarta mengungkapkan kegembiraannya karena dapat terlibat dalam acara tersebut, “Kesan pesanku, seneng banget pasti. Soale itu kan acara gede, se Indonesia hadir. Walau aku bukan orang malang, tapi membawakan seni khas malang, berasa kaya aku ngelestariin budaya sendiri. Ngenalin budaya ke luar gitu,” pungkasnya.

Maka dari itu tari tradisional harus dilestarikan karena tarian daerah ialah warisan nenek moyang yang harus dijaga, jangan sampai tarian kita diklaim oleh negara lain. Oleh karena itu Ker, monggo dijogo bareng-bareng budaya asli Indonesia! (Fiq)

Penulis: Moh. Fiqih Aldy Maulidan

Editor: Rofidah Noor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.