Candi Karangbesuki, Candi yang Terlupakan dan Mulai Ditinggalkan

Bentuk Candi Karangbesuki Saat Ini (Gambar diambil dari blog Ripribro)
DIORAMALANG.COM, 30 AGUSTUS 2020 – Halo Ker, mungkin diantara kamu sudah tidak asing lagi bila mendengar nama Candi Badut. Adapun keberadaan candi ini, dianggap sebagai bukti sejarah mengenai adanya Kerajaan Kanjuruhan yang pernah berjaya di Jawa Timur. Tapi, pernahkah kamu mendengar nama dari Candi Karangbesuki?
Candi Karangbesuki atau yang biasa disebut oleh warga sekitar dengan nama Candi Gasek, memang tidak seperti candi kebanyakan. Hal tersebut dikarenkan kondisinya saat ini, hanya berupa tumpukan batu yang berserakan saja. Bahkan batu yang terdapat disana juga tidak ditata berdasarkan pada bentuk aslinya, sehingga saat ini bentuknya lebih mirip dengan bentuk sebuah petilasan daripada sebuah candi.
Selain itu, lokasinya juga tidak strategis karena berada di sebuah komplek pemakaman umum di Desa Gasek, sehingga kondisi candi saat ini semakin terbengkalai karena minimnya perawatan.
Letak Candi Karangbesuki berada di Desa Gasek, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Lokasinya juga tidak jauh dari Candi Badut, karena jarak kedua candi ini hanya sekitar 600 meter atau mungkin sekitar 12 km bila diukur dari pusat Kota Malang.
Menurut laporan milik Terakota.id, Candi Karangbesuki diperkirakan mulai dibangun pada abad 8 masehi tepatnya pada masa Raja Gajayana dari Kerajaan Kanjuruhan berkuasa. Karena keberadaan Candi Karangbesuki berada di lokasi yang cukup berdekatan dengan Candi Badut. Akhirnya masyarakat mempercayai bahwa candi ini mungkin dibangun pada satu zaman yang sama dengan Candi Badut, yaitu sekitar abad ke 8 masehi.
Jika melihat relief pada antefiks (bagian hiasan pada luar bangunan) dan sisa-sisa reruntuhan yang ada pada struktur candi, kemungkinan candi ini memiliki Berlanggam (gaya/model/khas) Jawa Tengah, dengan ukuran yang diperkirakan tidak lebih besar dari ukuran Candi Badut.
Lokasi Candi Karangbesuki mulai diketahui pada tahun 1900-san, melalui hasil laporan peneliti kepurbakalaan Hindia Belanda pada masa itu. Pada awal ditemukan, kondisinya memang sudah berupa reruntuhan dengan batur (tumpukan batu) setinggi 1,5 meter di dalam permukaan tanah.
Akan tetapi kondisi tersebut tidak bertahan lama, karena semakin tergerus dan semakin rusak parah pada medio (pertengahan) 1965-1967. Menurut arkeolog Universitas Negeri Malang, M. Dwi Cahyono. Kerusakan candi diduga karena ulah warga setempat yang tidak mengetahui bahwa bebatuan yang ada di wilayah tersebut merupakan bagian dari bentuk Candi Karangbesuki. “Diduga bebatuan candi banyak diambil orang, dipakai untuk membangun rumah. Sehingga hancur” ujar Dwi yang dikutip dari Terakota.id.
Di sekitar candi utama, diperkirakan masih terdapat tiga buah candi kecil berbahan bata kuno. Namun, saat ini puing-puing bangunan candi sudah tidak ada lagi. Tapi beberapa sisa bahan bangunan seperti batu bata kuno masih bisa ditemukan. “Kalau mau ditelusuri lagi, kemungkinan besar masih bisa ditemukan sisanya” imbuh Dwi pada Terakota.id.
Berdasarkan artikel milik Kompasiana.com, keberadaan Candi Karangbesuki atau Candi Gasek ternyata dapat dikaitkan dengan informasi yang tertuang dalam prasasti Kanjuruhan (Dinoyo I) baris ke empat. Karena nama Karangbesuki terdiri dari kata Karang dan Besuki dimana Karang memiliki arti daerah atau sebuah tempat, sementara Besuki memiliki arti selamat.
Maka dapat disimpulkan bahwa Karangbesuki merupakan daerah atau tempat keselamatan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik sebuah informasi baru. Bahwa yang tersirat dalam prasasti Kanjuruhan 760 Masehi adalah Candi Karangbesuki atau Candi Gasek yang saat ini keadaannya sudah memprihatinkan.
Menurut Harianti dalam penelitiannya mengatakan, kesadaran masyarakat dalam upaya pelestarian benda-benda cagar budaya terutama candi memang sangat memprihatinkan. Karena data menunjukan bahwa masyarakat yang yang tinggal disekitar area candi ternyata belum mempunyai kesadaran yang tinggi dalam hal melindungi maupun melestarikan sebuah candi.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus-kasus pencurian sejumlah arca pada Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Sukuh, Candi Dieng, dan lain sebagainya. Bahkan, pengrusakan benda-benda dan bangunan peninggalan bersejarah oleh masyarakat masih sangat banyak dilakukan hingga saat ini.
Memang sangat disayangkan apabila keberadaan candi Karangbesuki mulai terlupakan, karena kisah sejarah yang terkandung didalamnya bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah untuk memperluas wawasan.
Karena menurut Magdalia Alfian dalam Jurnal Ilmiah Kependidikan mengatakan bahwa, pendidikan sejarah di Indonesia ternyata masih sangat lemah karena metode pembelajaran yang digunakan masih berkutat pada cronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu peristiwa. Siswa tidak dibiasakan untuk mengartikan suatu peristiwa guna memahami dinamika suatu perubahan.
Padahal, pembelajaran sejarah seharusnya menjadi alat untuk memahami segala macam peristiwa yang terjadi. Mereka sudah seharusnya dibiasakan untuk berdialog dengan lingkungan, sehingga mereka biasa memahami adanya dinamika dari suatu perubahan.
Meski saat ini bentuknya sudah tidak terlihat layaknya candi, namun keberadaan Candi Karangbesuki tetap menyimpan banyak informasi yang dapat dipelajari. (Syz)
Penulis: Syaifudin Zuhri
Editor: Shofiyatul Izza
Iya nih dari gambarnya, bentuknya udah gak seperti candi 🙁 semoga ke depannya lebih terawat
saya baru tahu kalau ada candi yang bernama Karanbesuki haha
Hai kak terima kasih atas feedbacknya, kuy share juga kak agar yang lain juga tahu 🙂