Berkenalan Dengan Mayor Hamid Roesdi, Monumen yang Berada Di Taman Simpang Balapan

Patung Monumen Hamid Roesdi Di Taman Simpang Balapan (Gambar diambil dari web Lingkarmalang.com)

DIORAMALANG.COM, 26 AGUSTUS 2020 – Siapa yang tidak mengetahui nama Hamid Roesdi, seorang pahlawan perjuangan yang namanya cukup tersohor bagi warga Kota Malang. Bahkan, untuk menghormati perjuangannya, nama Hamid Roesdi kini diabadikan dalam sebuah nama jalan dan juga sebagai salah satu nama terminal di Kota Malang.

Seperti pahlawan kemerdekaan lainnya, Hamid Roesdi pahlawan perang yang berpangkat Mayor ini juga dibuatkan sebuah patung monumen yang diletakan di Jalan Simpang Balapan, Kota Malang. Hal ini dilakukan pemerintah Malang, agar nama dan jasanya dapat terus dikenang tanpa dilupakan.

Berdasarkan laporan milik Boombastis.com, Hamid Roesdi lahir pada hari Senin Pon, sekitar tahun 1911 di Desa Sumbermanjing Kulon, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Hamid Roesdi terlahir dari pasangan H. Umar Roesdi dan Mbok Teguh. Selayaknya anak laki-laki pada umumnya, dia sangat gemar dalam bermain pistol-pistolan.

Namun tanpa disangka-sangka, kegemarannya bermain pistol ternyata membuat dirinya menjadi berbakat dalam hal menembak. Setelah beranjak dewasa Hamid Roesdi akhirnya tumbuh menjadi sosok luar biasa yang sangat mencintai negaranya.

Potret Kegagahan Mayor Hamid Roesdi (Gambar diambil dari web Ringtimesbanyuwangi.com)

Menurut artikel milik Ngalam.id, pada masa kolonial Belanda, Hamid Roesdi sangat aktif dalam bidang kepanduan, bahkan dia juga tergabung dalam Pandu Ansor (sebuah organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia). Namun, beberapa tahun kemudian Hamid Roesdi mulai bekerja di Malang dengan menjadi seorang supir di penjara Besar Malang (sekarang dikenal dengan LP Lowokwaru).

Pada 8 Maret 1942 Jepang memasuki Kota Malang dan mulai membentuk pasukan Heiho, Seinendan, Keibodan dan Jibakutai. Hamid Roesdi akhirnya masuk dalam PETA (Pembela Tanah Air) pada 1943 yang dibentuk atas usul Gatot Mangkupraja (pimpinan nasionalis).

Selain berlatih militer, dia juga sibuk mempersiapkan laskar rakyat untuk menentang tentara Jepang. Pada malam hari 3 September 1945 diumumkan daerah Karesidenan Surabaya masuk wilayah Republik Indonesia, Hamid Roesdi akhirnya mulai melucuti senjata para tentara Jepang yang ada di Malang.

Lalu, pada tahun 1946 Hamid Roesdi mulai diangkat menjadi perwira Staf Divisi VII Suropati dengan pangkat Mayor dan diberi tempat tinggal di Jalan Semeru (sekarang dikenal dengan Bank Permata).

Karena berhasil dalam misi pelucutan senjata Jepang, Hamid Roesdi kemudian diangkat menjadi komandan dari Batalyon I Resimen Infanteri 38 Jawa Barat dan menyelesaikan pertempuran disana dengan sukses. Karena berprestasi dalam menjalankan tugasnya, setelah kembali dari Jawa Barat pangkatnya langsung dinaikkan dari Letnan Kolonel menjadi Komandan Pertahanan daerah Malang.

Pada Agresi militer Belanda I tahun 1947 Hamid Roesdi dengan gigih memimpin pasukan untuk mempertahankan Kota Malang dari serbuan tentara Belanda. Sebelum Belanda memasuki Pandaan, Hamid Roesdi mulai berkeliling kota dengan menaiki mobil Jeep untuk memerintahkan seluruh rakyat agar “membumi hanguskan” bangunan Belanda.

Ketika Kota Malang sudah tidak dapat dipertahankan lagi, akhirnya pasukan terpaksa untuk mundur sementara sambil menyusun strategi untuk merebut Malang kembali. Tengah malam, pada 8 Maret 1949 disaat kondisi perang masih sangat genting, Hamid Roesdi menyempatkan datang dan berpamitan pada istrinya Siti Fatimah. Namun, setelah pamit untuk terakhir kalinya, beliau akhirnya tidak pernah kembali lagi untuk selama-lamanya. Karena di hari itu menjadi hari gugurnya sang pahlawan kemerdekaan Hamid Roesdi.

Semasa hidupnya Hamid Roesdi ternyata tidak hanya dikenal sebagai prajurit yang pemberani, namun juga dikenal sebagai prajurit yang kreatif. Karena Osob Kiwalan (Bahasa Walikan) yang menjadi ciri khas warga Malang dalam berkomunikasi ini, ternyata asal usulnya datang dari Hamid Roesdi beserta anak buahnya. Menurut laporan milik Malangcitizen.com, pada awalnya bahasa ini hanya digunakan sebagai kata sandi untuk mengenali siapa lawan dan siapa kawan. Karena pada saat itu, mata-mata Belanda sudah menyebar kemana-kemana, sehingga para pejuang menjadi kesulitan dalam membedakannya.

Pencipta atau pencetus bahasa walikan pertama kali pada saat itu adalah Suyudi Raharno, salah satu anggota GRK yang dipimpin langsung oleh Mayor Hamid Roesdi. Pada masa itu, menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi sangatlah berbahaya. Karena bangsa Belanda, banyak merekrut orang pribumi asli untuk dijadikan sebagai mata-mata mereka.

Pada akhirnya, Suyudi mengusulkan kepada pimpinanan nya yaitu Hamid Roesdi mengenai bagaimana bila menggunakan bahasa ciptaannya sebagai kode dalam berkomunikasi. Sehingga para anggota GRK dapat dengan mudah dalam membedakan mana yang tentara sekutu dan mana yang penyusup.

Walau bahasa walikan sudah lama diciptakan, namun bahasa ini ternyata masih sering digunakan oleh warga Malang. Karena menurut Iin Rachmawaty dalam Jurnal Lakon dikatakan, bahwa bahasa walikan ternyata sudah menjadi suatu kebanggaan dan sudah menjadi identitas diri bagi warga Malang. Sehingga dimanapun mereka berada, mereka akan selalu berusaha untuk tidak menghilangkan ciri khas daerah asal mereka dan tanpa disadari, bahasa ini menjadi terus terlestarikan meski sudah sering berganti zaman.

Saat ini, sosok gagah pahlawan Hamid Roesdi telah diabadikan dalam sebuah bentuk patung monumen yang diletakan tepat di tengah-tengah Taman Simpang Balapan. Keberadaan monumen ini, ternyata tidak hanya diciptakan untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan saja.

Berdasarkan pemaparan Rizky Agung Novariyanto dalam Jurnal Pendidikan Sejarah mengatakan, bahwa keberadaan sebuah monumen, ternyata dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran, sehingga para generasi muda nantinya dapat terus membawa Bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik sesuai dengan cita-cita para pendahulunya.

Meski saat ini sosoknya telah tiada, namun kenangan akan perjuangannya masih saja tersisa. Yuk Ker, pelajari lagi sejarah yang ada di Indonesia karena perjuangan para pahlawan, tidak boleh dilupakan. (Syz)

Penulis: Syaifudin Zuhri

Editor: Shofiyatul Izza W

2 thoughts on “Berkenalan Dengan Mayor Hamid Roesdi, Monumen yang Berada Di Taman Simpang Balapan

Tinggalkan Balasan ke dioramalang Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.