Pucuk Pangkal Pasar Besar Kota Malang

Pasar Besar, Pusat Perekonomian Warga Kota Malang (Gambar diambil dari web Suryamalang.tribunnews.com)
DIORAMALANG.COM, 17 AGUSTUS 2020 – Sebagai penguat ekonomi masyarakat, pasar berperan penting sebagai arus utama dalam kegiatan jual beli baik untuk pertukaran barang maupun jasa. Pasar jadi roda penting dalam kehidupan untuk para pelaku usaha juga konsumen. Maka tak heran bila pasar biasa ditemukan di pusat kota. Hal ini berlaku pula dengan Pasar Besar Kota Malang. Lalu bagaimana sih sejarah dari Pasar Besar Kota Malang sendiri?

Pasar Besar Kota Malang Era 1922 (Gambar diambil dari web Tropenmuseum.com)
Dalam Jurnal Ekonomi yang dituis oleh T. Indrawati, dijelaskan bahwa kegiatan mendistribusikan barang dan jasa dilakukan oleh produsen, distributor, agen dan pedagang. Pedagang mendistribusikan barang dan jasa langsung ke konsumen dan pada umumnya kegiatan pendistribusian dilakukan di pasar.
Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Dalam ilmu ekonomi, pengertian pasar lebih luas daripada hanya sekedar tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Pasar mencakup keseluruhan permintaan dan penawaran, seluruh kontak atau interaksi antara penjual dan pembeli untuk mempertukarkan barang dan jasa.
Dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan zaman, timbul lah adanya perubahan pada pasar. Sejalan dengan pemaparan dalam jurnal karya AH. Juanda, dijelaskan bahwa sejak 1 April 1914 Malang resmi menjadi Gemeente (Kotamadya) karena Malang berhasil meningkatan hasil kopi pada tahun 1827-1830 yang membuat para pengusaha swasta banyak berdatangan ke Malang.
Perubahan ke Gemeente itu mengakibatkan adanya perubahan pada fisik dan administrasi pasar-pasar di Malang. Utamanya adalah perubahan secara fisik yang terlihat dari perbedaan bentuk bangunan, lokasi, dan pola pasar serta komoditi yang diperdagangkan secara umum. Perbedaannya sendiri hanya terletak pada jumlah kuantitas dengan pertimbangan kebersihan komoditinya.
Kedua adalah perubahan secara administratif pasca kedatangan bangsa Barat dengan ketentuan pajak yang telah ditentukan pemerintah Hindia Belanda. Namun banyak penyimpangan yang dilakukan oleh penarik pajak Tionghoa. Pada masa pemerintahan Gemeente, pengaturan pasar berada dibawah Pasar Bedrijf, besar dan kecilnya pajak ditentukan oleh Burgemeester (Walikota)dan fraksi-fraksi dalam Dewan Kota.
Kemudian Pasar Besar jadi episentrum Kota Malang dalam kegiatan ekonomi masyarakat Malang. Hal ini sudah berlangsung secara stabil sejak tahun 1930-an, dan masih berlangsung hingga saat ini. Lokasinya sendiri berada di sepanjang jalan Kayutangan, terletak tidak jauh dari Alun-Alun Kota Malang.
Tak heran jika Pasar Besar Malang ini memiliki aktivitas yang cukup sibuk setiap harinya karena kawasan ini ramai dan terdapat banyak sekali fasilitas umum yang didirikan salah satunya seperti Gereja Katolik Kayutangan.

Pasar Besar Kota Malang Era 1937 (Gambar diambil dari web Tropenmuseum.com)
Di Pasar Besar ini terdapat banyak sekali toko dan ruko yang saling berjajar. Mereka menjual berbagai kebutuhan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan yang dijual di pusat perbelanjaan.
Mulai dari makanan, peralatan rumah, peralatan bengkel, tekstil, pakaian jadi, hingga perhiasan dan semua pun tersedia di pasar ini. Orang-orang yang berniaga di Pasar Besar juga bukan hanya warga Kota Malang saja, tapi juga dari berbagai daerah.
Kawasan ini dulunya banyak ditemukan agen mobil produksi lnggris seperti Vauxhall. Di Celaket bawah terdapat sebuah toko dan bengkel mobil Velodrome. Ada pula agen tunggal mobil buatan Italia bernama Fiat dan di selatannya ada sebuah toko dan bengkel mobil Ford. Itu semua merupakan agen-agen perusahaan induk asal luar negeri yang berniaga di Pasar Besar Kota Malang.
Jadi nggak heran jika sejak dahulu banyak sekali ditemukan barang-barang dan penjual asal luar negeri. Bahkan Pasar Besar ini juga mendapat julukan sebagai kawasan “Pecinan” atau Kampung Cina, karena banyak pedagang yang merupakan warga peranakan asal Tionghoa yang hijrah ke wilayah Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Selain itu ada pula toko-toko Jepang di Pecinan seperti Taiyo, Saeki, Bromo dan Mikado. Namun hanya toko Takauchi di Pecinan Wetan yang paling banyak dikunjungi para pelajar yang nakal dan pintar mempermainkan pemilik usaha.
Kadang ada saja pelajar yang curang membeli satu batang pensil tetapi pulang dengan tambahan sebotol tinta, penggaris, penghapus dan alat tulis lainnya. Pemilik toko berdarah Jepang itu tahu dan melihat permainan para pelajar Belanda, Indonesia, Tionghoa, dan lainnya, tapi dibiarkan saja dan bahkan tetap dilayani ramah.

Pasar Besar Kota Malang dengan Arsitektur Gaya Belanda (Gambar diambil dari web Malangmerdeka.com)
Dilihat dari segi arsitektur, wilayah Pecinan Malang sudah tak banyak menyisakan bangunan lawas. Informasi dari Malang.merdeka.com, hanya beberapa toko saja seperti misal toko Papinja dan Mie Gajah Mada yang masih menyisakan suasana lawas pada masa lalu. Walau daerah Pecinan di Malang masih ada, namun seiring berkembangnya waktu dan perkembangan kota, wilayah perdagangan dan tinggal masyarakat Tionghoa kini tidak lagi dibatasi seperti pada masa Hindia Belanda.
Untuk itu nggak ada salahnya bagi kamu belanja untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan di Pasar Besar. Harganya yang lebih miring dan pilihannya yang beragam bisa jadi pertimbangan berbelanja di Pasar Besar. Hitung-hitung bisa untuk membantu pedagang kecil dan menghemat pengeluaran kantong kan Ker? (Rof)
Penulis: Rofidah Noor
Editor: Shofiyatul Izza W