Pawonan, Budaya Unik Suku Tengger dalam Menyambut Tamu

Masyarakat Suku Tengger yang Sedang Berkumpul di Pawonan (Gambar diambil dari web Viva.co.id)

DIORAMALANG.COM, 17 AGUSTUS 2020 – Halo Ker! Apakah kamu sudah kenal dengan Suku Tengger? Ya, Suku Tengger adalah suku yang saat ini mendiami wilayah sekitar Gunung Bromo. Kali ini Dioramalang bukan mengulas mengenai upacara adat pada Suku Tengger, tetapi tentang bagaimana Suku Tengger dalam menjamu tamu yang datang ke kediaman mereka. Jika pada umumnya tamu yang datang akan disambut dan dijamu di ruang tamu, akan tetapi berbeda dengan yang Suku Tengger lakukan.

Pemaparan dari Nur Sya’bani Arif Hidayat dalam jurnal penelitiannya, menjelaskan masyarakat suku Tengger yang terletak di kawasan gunung Bromo desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang memiliki identitas kelompok dan memiliki latar belakang keyakinan yang berbeda-beda.

Masyarakat desa Ngadas memiliki tiga agama yang berbeda yaitu, Islam, Buddha, dan Hindu. Walaupun demikian, perbedaan agama tidak membuat hubungan interaksi antar anggota masyarakat menjadi kaku, mereka semua bahkan dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis.

Pada kehidupan sehari-hari, masyarakat desa Ngadas juga saling menyapa dan selalu bergotong royong atas keharmonisannya. Fenomena yang terjadi pada masyarakat desa Ngadas ini, merupakan ciri khas yang tidak dapat tergantikan oleh apapun.

Perbedaan agama pada suku Tengger bukan menjadi alasan mereka untuk terpecah. Toleransi sosial pada tiap masyarakat desa Ngadas, selalu dijunjung tinggi. Maka dari itu pada suku Tengger desa Ngadas akan jauh dari kata perpecahan dan konflik.

Kuatnya tradisi yang dimiliki oleh suku Tengger ini membuat solidaritas mereka juga semakin kuat. Hal tersebut selaras dengan penjelasan yang dijelaskan oleh Joko Tri Haryanto dalam jurnal artikelnya yang menjelaskan bahwa masyarakat desa Ngadas memilki adat tradisi Tengger yang mampu menyatukan mereka dan menguatkan solidaritas di antara mereka sendiri melampaui ikatan-ikatan keagamaan.

Selain banyaknya tradisi upacara adat yang dilakukan oleh Suku Tengger, ada salah satu budaya yang dilakukan oleh setiap rumah Suku Tengger di desa Ngadas. Tidak memandang dari agama apapun, budaya ini tetap dilakukan.

Pada setiap rumah Suku Tengger di desa Ngadas, terdapat sebuah pawon atau dapur yang fungsinya sama seperti ruang tamu. Maka jangan heran jika rumah masyarakat Suku Tengger  desa Ngadas tidak memiliki ruang tamu yang ada pada rumah pada umumnya.

Masyarakat Suku Tengger Menerima Tamu di Pawon (Gambar diambil dari web Terakota.id)

Jika ada tamu yang berkunjung ke rumah mereka, sang tamu akan langsung diarahkan untuk bercengkrama di dapur atau pawon. Warga setempat dulunya menggunakan kayu bakar untuk memasak di tungku. Namun saat ini tungku dipasang kompor gas untuk memasak.

Menilik informasi dari Travelingyuk.com, tradisi menerima tamu di dapur ini, memang menjadi budaya yang sudah mengakar pada masyarakat Tengger. Selain itu mengingat bahwa di kawasan Bromo memiliki suhu yang dingin pada pukul berapa pun, dapur dan tungku perapian menjadi opsi paling baik untuk menghabiskan waktu dan menghangatkan diri.

Tanpa memandang strata sosial dan agama, masyarakat Suku Tengger akan tetap menerima tamu di pawon rumahnya. Bahkan tamu pun akan disuguhi dengan masakan yang sederhana, yaitu olahan sayur, ikan dan lain-lain. Masyarakat Suku Tengger menganggap semua tamu yang datang adalah sama, maka tidak ada perbedaan dalam menyajikan makanan maupun minuman antara tamu satu dengan yang lainnya.

Pawon pada rumah masyarakat Suku Tengger desa Ngadas yang memiliki fungsi ganda ini dianggap sebagai tempat ternyaman mereka untuk bercengkrama. Lalu bagaimana sih sebenarnya pawon atau dapur yang juga dijadikan ruang tamu ini?

Berdasarkan informasi dari Terakota.id, layaknya ruang tamu, tamu duduk menggunakan dingklik atau bangku meriung mengelilingi pawon. Kopi dan teh panas tersaji untuk menyambut para tamu. Masyarakat setempat menyebutnya pegenen menikmati kopi, ngobrol dan perapian mengusir hawa dingin.

Pawon Masyarakat Tengger dan Aneka Makanan Kearifan Lokal (Gambar diambil dari web Travelingyuk.com)

Tungku yang ada pada pawon masyarakat suku Tengger desa Ngadas, biasanya terbuat dari batu bata dan semen. Panjang pada tungku tersebut kurang lebih 1:4 dari ukuran dapur mereka.

Keterangan dalam Kompasiana.com, menurut Sutarto (2009) sebagian besar masyarakat Tengger masih memposisikan dirinya sebagai wong gunung (orang yang tinggal di gunung) yang berbeda dari wong ngare (orang yang bertempat tinggal di tempat rata, di dataran rendah atau di kota).

Menurut wong gunung, wong ngare itu lebih suka menyendiri dan membedakan status. Wong ngare sering menilai seseorang dari pangkatnya. Sebaliknya, bagi wong gunung, semua orang dianggap sama (padha) dan satu keturunan (sakturunan). Karena padha dan sakturunan, maka tidak dikenal istilah kongkon (menyuruh) orang lain. Istilah yang dikenal adalah bantu kuwat yakni memberi bantuan kepada tetangganya karena beban pekerjaan tetangga tersebut terlalu berat.

Penjelasan dari Kompasiana.com,  filosofi dari salah satu kearifan lokal penerimaan tamu masyarakat Suku Tengger tersebut adalah seperti penjelasan di atas, masyarakat Suku Tengger mempunyai sifat andap asor atau menghargai dan terbuka terhadap sesuatu dari dunia luar. Dengan menempatkan tamu di pawonan maka kesan masyarakat Suku Tengger yang ditunjukkan adalah keterbukaan dan ingin lebih mengakrabkan diri dengan seseorang walaupun orang tersebut berasal dari luar komunitas mereka.

Untuk kamu yang penasaran dengan budaya unik khas Suku Tengger ini, kamu juga bisa lo menikmati santainya bertamu di rumah masyarakat Suku Tengger desa Ngadas. Namun hanya di waktu tertentu saja, seperti pada waktu upacara Kasada. Karena masyarakat Suku Tengger akan melakukan open house pada saat itu. Nantinya kamu akan dijamu dengan hangat oleh pemilik rumah. (Siw)

Penulis: Shofiyatul Izza W

Editor: Rofidah Noor

2 thoughts on “Pawonan, Budaya Unik Suku Tengger dalam Menyambut Tamu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.