Monumen Juang 45 Lambangkan Kegigihan Rakyat Lewat Patung Buto Bermata Bulat dan Berhidung Jambu

Monumen Juang 45 (Gambar diambil dari web Lingkarmalang.com)

DIORAMALANG.COM, 10 AGUSTUS 2020 – Sebagai kota sejarah, Malang punya banyak sekali monumen-monumen penting. Satu diantaranya adalah Monumen Juang 45 yang berfungsi sebagai diorama penggambaran suatu adegan di masa lalu. Bentuknya yang unik dan menarik menjadikan monumen ini sebagai salah satu tempat yang wajib dikunjungi ketika datang ke Malang.

Monumen perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Malang. Dalam jurnal artikel N. Jauhari, menjelaskan bahwa Kota Malang dapat dikatakan sebagai kota perjuangan. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya monumen perjuangan di Malang yang dibangun untuk mengenang peranannya pada masa perang kemerdekaan.

Diantaranya adalah Monumen Kadet Suropati, Monumen Pahlawan TRIP, dan Monumen Perjuangan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Monumen-monumen tersebut sangat mudah dijumpai, karena letak dan bentuknya yang jelas yaitu berupa patung ataupun tugu.

Monumen Juang 45 merupakan bangunan berupa patung yang dibangun demi memperingati tragedi yang pernah menimpa pada masa perang kemerdekaan tahun 1945-1949 di Kota Malang. Awal pembangunannya dilakukan pada 20 Mei 1975 dan dibangun atas dasar gagasan pemerintah Kota Malang.

Monumen ini ada di Jalan Kertanegara, tepatnya di depan Stasiun Malang Kota Baru. Monumen berukuran 10 x 40 meter, dengan panjang pondasi 6,90 meter, panjang 3,30 meter, dan tinggi 2 meter. Letaknya yang strategis membuat monumen ini mudah ditemukan. Monumen juga terlihat jelas meskipun dari jarak 10 meter.

Selain disebut Monumen Juang 45, masyarakat juga kerap menyebutnya sebagai “Patung Buto” atau patung raksasa. Ini terjadi karena bentuk patungnya yang unik dengan 1 patung besar serta 19 patung kecil. Wujudnya menggambarkan sosok makhluk besar bermata bulat, berhidung jambu, dan bergigi besar yang jatuh roboh di tangan rakyat.

Monumen Juang 45 (Gambar diambil dari web Instagram.com/kang_encepmulyadi)

Usut punya usut, dikabarkan dari Lingkarmalang.com, monumen raksasa roboh ini menggambarkan perjuangan rakyat mengalahkan penjajah. Penjajah di ganti dengan gambaran raksasa memang sangat tepat. Kedigdayaan penjajah dapat mewakili sifat raksasa besar yang tak terkalahkan.

Hal ini senada dengan yang dijelaskan dalam penelitian Hudiyanto, menjelaskan bahwa secara visual, monumen ini tampak aneh karena tergambar manusia mengalahkan raksasa. Namun nampaknya pembuat patung terinspirasi pada cerita di Babad Tanah Jawi yang menggambarkan orang Belanda sebagai Buta (Raksasa).

Dalam jajak pendapat terhadap orang yang telah lama tinggal atau sering berada di Kota Malang, makna yang banyak muncul dari monumen ini adalah tentang perjuangan rakyat melawan penjajah. Makna lainnya adalah untuk memperindah kota dengan yang menyimbolkan keberanian penduduk pribumi.

Patung diletakkan di atas kolam dengan beberapa air mancur. Selain patung, monumen ini juga didukung dengan delapan pagar di tepian. Pagar ini menyiratkan simbol-simbol budaya Jawa dan teks proklamasi kemerdekaan.

Menilik Ngalam.id, pada sisi timur monumen terdapat relief Sukarno-Hatta dan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Di sisi utara menggambarkan kekejaman penjajah Jepang dan Belanda. Di sisi barat menggambarkan pertempuran dan sisi selatan juga menggambarkan pertempuran.

Potret Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia. (Gambar diambil dari web Tribunnews.com)

Tragedi yang pernah menimpa Kota Malang pada masa perang kemerdekaan tahun 1945-1949 memang susah untuk dilupakan. Pada awal masa pertempuran kemerdekaan Indonesia melawan kolonial Belanda, Malang berperan besar sebagai daerah yang menjadi tameng di garis belakang. Jadi pada saat itu belum ada pertempuran intens.

Baru pada bulan Juli 1947, muncul Agresi Militer Belanda I yang membuat Malang kelimpungan. Kota hancur di serang sekutu, kerusakan bangunan juga terjadi hampir di seluruh penjuru wilayah. Banyak korban jiwa yang jatuh termasuk pahlawan daerah yang gugur demi mendermakan dirinya untuk kemerdekaan bangsa.

Mereka adalah para pemuda yang terbentuk dalam organisasi BKR (Barisan Keamanan Rakyat) yang dikomandoi oleh Imam Sujai. Ada pula Laskar Hizbullah, Sabilillah, KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi), serta TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar).

Tak terbayang jika pertempuran dilakukan tanpa para pahlawan muda tersebut, mungkin kini Malang hanya akan jadi nama. Apalagi mengingat kerusakan kotanya yang sangat parah, hingga Malang luluh lantak selama dua tahun lamanya.

Untuk kamu yang ingin mengenang jasa pahlawan ini, bisa datang langsung ke Monumen Juang 45 yang terletak tepat di depan Stasiun Malang Kota Baru. Dan jangan lupa untuk terus mempelajari sejarah perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan! (Rof)

Penulis: Rofidah Noor

Editor: Shofiyatul Izza W

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.