Mbah Suwarno Sang Lestari Seni Budaya Kuno

Mbah Suwarno yang Cinta Akan Seni Budaya Wayang (Gambar diambil dari web Terakota.id)

DIORAMALANG.COM, 7 AGUSTUS 2020 – Malang yang memiliki beragam kebudayaan, ternyata juga menyimpan permasalahan dalam melestarikan budaya. Bagaimana tidak, eksistensi budaya khususnya dari sektor kesenian semakin lama kian tergantikan oleh seni-seni modern.

Lunturnya seni budaya bukan karena seni budaya tersebut yang menghilang akan tetapi para pelaku seni budaya tersebut yang semakin lama semakin berkurang peminatnya.

Ditambah lagi, generasi yang tekun dalam melestarikan seni budaya tradisional bukan berasal dari generasi muda. Salah satunya adalah Mbah Suwarno yang masih sangat gemar dalam melakukan aksinya yaitu memainkan wayang.

Dennis Suwarno atau yang lebih dikenal dengan Mbah Suwarno merupakan salah satu pecinta seni budaya tradisional sejak remaja. Perjalanan Mbah Suwarno untuk menjadi dalang, tidak semudah yang dibayangkan. Banyak lika-liku yang dihadapi oleh Mbah Suwarno sebelum bisa memainkan wayang dengan benar.

Bahkan sebelum menjadi dalang, Mbah Suwarno terlebih dahulu mempelajari alat musik tradisional yang mengiringi pertunjukkan tradisional Jawa. Senada dengan laporan dari Tempo.co, Suwarno sendiri tidak memulai sebagai dalang. Ia memainkan kendang (alat musik gendang tradisional) untuk mengiringi wayang, ludruk (teater tradisional Jawa), tayub (tarian Jawa), dan tarian lainnya. Tetapi dia selalu ingin memainkan gamelan (orkestra tradisional Jawa). Dia kemudian belajar memainkan semua instrumen dalam orkestra gamelan.

Baru setelah itu, Mbah Suwarno ingin menjadi dalang dengan tujuan untuk bisa memiliki peran dan membawa pertunjukkan wayang lebih baik. Berbagai rintangan dihadapi oleh Mbah Suwarno salah satunya adalah ketika dia di olok-olok saat bermain wayang bahkan juga bermain alat musik.

Namun hal tersebut tidak membuat Mbah Suwarno menyerah dalam belajar. Bahkan, Mbah Suwarno semakin tertarik untuk belajar wayang. Menurut Mbah Suwarno, wayang telah memberi banyak pelajaran di kehidupannya.

Memang pertunjukkan wayang dengan alur cerita yang dibawakan oleh dalang, mampu memberikan berbagai pesan tersirat yang bisa menjadi pelajaran kehidupan.

Berdasarkan pemaparan oleh Wignyo P. dalam penelitiannya, kisah wayang memiliki dimensi yang sangat luas, penuh filosofi, dan simbol kehidupan masyarakat. Selain itu, pertunjukan wayang juga memuat dua dimensi penting yaitu sebagai tontonan juga sebagai tuntunan. Artinya pertunjukkan kisah wayang selain bisa memberikan hiburan juga bisa memberikan pelajaran dan tuntunan hidup.

Pemilihan wayang sebagai seni budaya yang digemari oleh Mbah Suwarno, dikarenakan cita-citanya ingin menjadi dalang sekaligus ingin memberikan pembelajaran baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Hingga pada akhirnya, Mbah Suwarno mendirikan sekolah seni yang bernama Sanggar Taruna Krida Rasa.

Adanya sanggar tersebut, sangat membantu Mbah Suwarno sebagai guru dalam menyalurkan keahliannya kepada generasi penerus. Ilmu yang diajarkan hanya tentang bermain wayang karena butuh ketelitian dalam menggerakkan wayang.

Ditambah lagi, murid-murid Mbah Suwarno mayoritas adalah anak-anak yang duduk di bangku SD dan SMP sehingga Mbah Suwarno harus lebih ekstra sabar dalam menghadapi tingkah laku anak-anak.

Penjelasan informasi dari Terakota.id, kakek berusia 59 tahun ini mengakui butuh kesabaran tersendiri mengajari para anak asuhnya itu. Apalagi wayang tak mendapat ruang di kelas tempat mereka bersekolah. Beruntung masih ada pendidikan bahasa daerah, meski hanya sebagai muatan lokal.

Pelajaran dasar yang diberikan Mbah Suwarno adalah teknik menggerakkan wayang. Jika sudah mahir, barulah anak-anak ini dibekali cerita dan alur kisah dengan memainkan wayang. Hal tersebut dilakukan oleh Mbah Suwarno agar anak-anak yang belajar tidak cepat merasa bosan sehingga enggan untuk belajar kembali.

Belum lagi jika anak asuhnya salah dalam melakukan gerakan teknis memainkan wayang. Butuh waktu yang cukup lama agar murid Mbah Suwarno bisa mahir menjadi dalang. Meski demikian, Mbah Suwarno tetap semangat dan bangga karena seni budaya wayang bisa diperkenalkan sejak dini ke anak asuhnya.

Semangat Mbah Suwarno dalam Mengajarkan Wayang Kepada Anak Asuhnya (Gambar diambil dari web Terakota.id)

Semangat Mbah Suwarno dalam melestarikan seni budaya wayang bisa menjadi contoh untuk semua orang. Jangan sampai pelestarian tersebut hanya dilakukan oleh Mbah Suwarno.

Maka dari itu, untuk menambah minat para generasi muda dalam melestarikan wayang, perlu upaya yang tidak hanya dilakukan kepada anak-anak melainkan juga kepada para remaja.

Banyaknya anggapan bahwa seni modern lebih keren karena kekinian, membuat para remaja lebih tertarik kepada seni modern dibandingkan seni budaya tradisional seperti wayang.

Hal tersebut didukung dengan penjelasan oleh Elta Sonalitha dalam Jurnal Pengabdian Masyarakat, dewasa ini kondisi wayang orang sendiri sering diabaikan oleh sebagian besar para generasi muda, bahkan anak muda sekarang lebih memilih budaya luar dibanding mencintai budaya lokal.

Meskipun perkembangan budaya luar yang masuk ke kehidupan anak muda tidak bisa terbendung, akan tetapi alangkah baiknya jika budaya luar tersebut diimbangi dengan pengetahuan budaya lokal. Hal tersebut bertujuan agar budaya lokal tidak tergeser dan lenyap begitu saja oleh budaya luar.

Nah buat kamu, ayo Ker jangan sampai kita tinggalkan seni budaya tradisional wayang ini. Melalui wayang dan berbagai kisahnya, kamu akan mendapatkan pesan-pesan yang menarik seperti budi pekerti. Jangan biarkan Mbah Suwarno berjuang sendirian dalam melestarikan wayang ini! (Awp)

Penulis: Alvien Wardhana P

Editor: Rofidah Noor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *