Biru Membisu, Monumen Pahlawan TRIP Jadi Saksi Pengorbanan Generasi Muda Demi Malang Merdeka

Patung pahlawan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) (Gambar diambil dari web Pasartugu.com)

DIORAMALANG.COM, 27 JULI 2020 – Dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud.Tanpa perjuangan sosok pahlawan, mungkin jingle yang sering kita dengar ini nggak akan pernah ada. Karena berkat mereka, bangsa kita dapat terselamatkan dari para penjajah dan berhasil merdeka.

Di Kota Malang ada satu tempat khusus yang digunakan sebagai monumen pengingat perjuangan pahlawan di masa lampau. Lokasinya berada di sebelah utara Museum Brawijaya Malang. Hal ini diwujudkan oleh pemerintah Kota Malang sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan pahlawan yang gugur selama perang melawan Belanda. Monumen ini bernama Monumen Pahlawan TRIP.

Gerbang depan Monumen dan Makam Pahlawan TRIP (Gambar diambil dari web Merdeka.com)

Monumen pahlawan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) adalah tempat dimana para korban perang gugur dalam peristiwa Agresi Militer Belanda I. Ditempat ini pahlawan dikubur oleh sekelompok orang yang ditawan Belanda dalam satu lubang yang tidak jauh dari markas TRIP di Jalan Salak yang kini telah dirubah menjadi Jalan Pahlawan TRIP.

Untuk mengenang dan menghargai jasa dan pengorbanan para pejuang yang gugur tersebut, dibangunlah sebuah monumen Pahlawan TRIP. Monumen dan Taman Makam Pahlawan TRIP ini terletak di Jalan Pahlawan TRIP. Peresmian taman makam pahlawan TRIP dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959.

Melalui monumen makam pahlawan TRIP, dapat diambil pelajaran bahwa generasi muda kala itu punya semangat juang yang besar. Mereka tak segan mengorbankan diri untuk Indonesia yang merdeka.

“Yang perlu terus diingat dan dihayati juga, bahwa kemerdekaan yang kita rasakan saat ini tak lepas dari perjuangan dan pengorbanan para pahlawan, termasuk Tentara Republik Indonesia Pelajar atau TRIP. Kaum muda ini dulu berjuang bahu membahu untuk mengusir penjajah dari Ibu Pertiwi ini, sehingga sudah sepantasnya jika kita memberi penghormatan,” ujar Sutiaji, Wali Kota Malang yang dikutip dari Malangkota.go.id.

Anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar (Gambar diambil dari web Nationaalarchief.nl)

Monumen yang satu ini kisahnya berawal dari perjuangan dan perlawanan rakyat terhadap gerakan yang dilakukan Brigade Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger (Brigade KNIL) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Peristiwa dimulai ketika Brigade KNIL berbondong-bondong masuk ke Lawang pada Agresi Militer Belanda I, 23 juli 1947.

Dalam jurnal penelitian karya Reza Ade Christian dijelaskan bahwa Agresi Militer Belanda pecah setelah diplomasi antara Belanda dan Republik mengalami jalan buntu karena kedua belah pihak saling menuduh telah melakukan pelanggaran Linggarjati. Masing-masing pihak bersikukuh atas interpretasi isi perjanjian Linggarjati dan saling tidak mempercayai satu sama lain tentang pelaksanaan perjanjian tersebut.

Dalam Agresi Militer Belanda I di Kota Malang, beberapa kelompok perjuangan seperti Pasukan Polisi Perjuangan, Laskar Hizbullah, Sabilillah, dan pasukan TRIP terlibat dalam penghadangan Brigade KNIL ini.

Kala itu, wilayah pertahanan Kota Malang dibagi menjadi tiga sektor, Rampal di timur, Kayutangan di tengah, dan Ijen Raya di barat.

Dikira akan dipertahankan mati-matian oleh Divisi VII Untung Suropati, Brigade KNIL bersama bala bantuannya Brigade Marine ternyata hanya menempati Kota Malang selama seminggu.

Untung Suropati kemudian melakukan pengarahan kepada pemimpin pasukan TRIP sekaligus menjelaskan rencana pertahanan kalau-kalau Belanda melakukan penyerangan.

Pasukan TRIP Batalyon 5000 kemudian disebar ke beberapa tempat. Sebagian dikirim ke garis depan di daerah Porong, Pandaan, dan Tretes-Trawas. Sebagian lainnya diutus untuk memberikan penjelasan terhadap rakyat untuk pertahanan dalam menghadapi lawan. Kemudian sisanya mendampingi Soesanto, pimpinan Komandan Batalyon.

Tanggal 31 Juli 1947 tepatnya pada pukul 3 pagi, pasukan Belanda masuk dan menyerbu Kota Malang. Perlawanan mulai terjadi di sisi utara Kabupaten Malang di sepanjang jalan raya Lawang-Malang.

Disana beberapa TNI dan anggota laskar gugur setelah dihujani senapan mesin. Bukan hanya itu, pasukan Malang lain yang ada di Singosari juga berjatuhan setelah menjadi target jebakan bom.

Potret Keberanian Anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar (Gambar diambil dari web Nationaalarchief.nl)

Sementara itu pasukan TRIP gigih melawan pasukan Belanda dengan hanya berbekal senjata yang seadanya. Berbanding terbalik dengan Belanda yang menggunakan senjata lengkap dengan tank besi berat dan kuat. Meskipun diliputi keterbatasan, pertempuran ternyata berlangsung lama hingga mencapai kurang lebih 5 jam.

Namun naas, Belanda tak tanggung-tanggung melawan dengan bengis pasukan TRIP. Karena kekuatannya yang tak sebanding, sekelompok pasukan TRIP di barat Jalan Salak menyelinap ke kebun tebu.

Sedangkan pasukan di tengah Jalan Salak ditembak menggunakan senapan mesin serta bayonet. Mereka bahkan tanpa iba menabrak dan melindas kerumunan tentara TRIP hingga tewas menggunakan tank dinginnya.

Sementara itu Soesanto, pimpinan Komandan Batalyon saat itu, ditemukan terpisah di Jalan Ijen dekat Gereja Katolik, dalam keadaan tewas tertembak saat mengendarai motor hingga menabrak tembok bangunan.

Peristiwa ini berakhir dengan korban sebanyak 34 orang yang mana merupakan anggota pasukan TRIP. Setelah pertempuran reda, rakyat yang masih tinggal memakamkan 34 jenazah anggota TRIP yang gugur.

Berdasarkan informasi dari Tawangsarikampoengsedjarah,  ada sebuah lagu yang berhasil digubah oleh para pelajar, khususnya ketika Malang sudah direbut tentara Belanda pada 31 Juli 1947. Liriknya sebagai berikut,

Mari kawan-kawan menuju Kota Malang

yang telah lama terpaksa kita tinggalkan

Mari rebut kembali dari tangan musuh

mari kita serbu kita halau dengan musnah

Hai pemuda-pemuda harapan bangsa

Ingat kewajiban Kota Malang menanti sudah

pahlawan jang perwira

tabahkan hatimu

tiada gentar dwiwarna harus berkibar pula di Malang yang megah.

Setelah Agresi Militer Belanda I berakhir, ada beberapa dampak yang timbul selama Kota Malang diduduki Belanda. Dampak tersebut juga dijelaskan oleh Kharisma dalam jurnal sejarahnya, ia menyatakan bahwa dampak ini terdiri dari tiga aspek yaitu politik, sosial, dan ekonomi.

Dalam aspek politik, rakyat Malang sulit merebut kembali kota yang sudah diduduki Belanda sejak 31 Juli 1947. Kesulitan untuk merebut kembali Malang disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor pertama adalah adanya pasukan istimewa Belanda dari Brigade Marine yang dipimpin oleh Kolonel Keuning dengan kekuatan 6000 orang. Faktor lainnya adalah lemahnya koordinasi diantara pasukan-pasukan TNI yang berada di Malang.

Kemudian dalam aspek sosial, terjadi sentimen antara etnis Tionghoa dengan Bumiputera. Ada informasi yang menyatakan bahwa etnis Tionghoa sebagai mata-mata Belanda. Mereka juga dianggap “bunglon” karena ketika masa pemerintahan Hindia-Belanda berlangsung mereka berpihak kepada Belanda. 

Fenomena ini berujung pada peristiwa penjarahan dan pembantaian terhadap beberapa penduduk Tionghoa di sepanjang Kebalen, Kotalama, dan Gadang. Hal ini berimbas pada hubungan antar kedua golongan etnis menjadi tidak dinamis.

Pemerintah Kota Malang menanggapi peristiwa ini dengan menyatakan bahwa dibalik peristiwa tersebut tidak ada kepentingan politik, penduduk Tionghoa diharapkan mengerti dan hendaknya kedua bangsa ini menjalin hubungan baik.

Terakhir adalah dampak ekonomi, perekonomian jadi tidak kondusif dan banyak rakyat Kota Malang kehilangan pekerjaan. Para penjual kebutuhan di pasar juga menutup dagangannya sampai toko-toko besar yang berada di jalanan Kota Malang juga tutup.

Waw, hebat bukan Ker para pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dulu? Maka dari itu jangan lelah ya dalam mempelajari sejarah karena kamu akan mendapatkan ilmu yang berharga. (Rof)

Penulis: Rofidah Noor

Editor: Shofiyatul Izza W

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.