Membangun Rasa Nasionalis Melalui Bangunan Bersejarah yang Mulai Terkikis

Salah Satu Bangunan Bersejarah di Malang yang Ditinggalkan (Gambar diambil dari web Ngalam.co)

DIORAMALANG.COM, 4 JUNI 2020 – Kota Malang dengan sejarah yang panjang, banyak meninggalkan warisan para pejuang yang selayaknya mendapatkan perhatian di era sekarang, dengan harapan semua dapat dilestarikan.  Sejarah jika diartikan banyak yang menyatakan sebuah saksi bisu dari proses perjalanan yang telah dilewati oleh manusia maupun wilayah. Begitu juga dengan Kota Malang yang menyimpan banyak jejak perjalanan yang cukup panjang sampai dengan saat ini.

Semua itu terekam dalam banyaknya warisan bangunan peninggalan yang hadir sebagai saksi dari kisah-kisah lalu. Namun sangat disayangkan kurangnya rasa kepedulian terhadap objek sejarah, membuat orang hanya memandang masa depan tanpa menghiraukan masa lalu dan tidak akan mendapat apa-apa, seperti yang dikatakan oleh Bung Karno mengenai ajaran masa lampau. “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta, masa lampau sangat berguna sebagai kaca beggala dari pada masa yang akan datang”.

Saat ini banyak ketidakpedulian terhadap objek sejarah, yang dilakukan sebagai salah satu upaya penghapusan rekam jejak suatu perjalanan (peradaban). Dari pada itu, perlu dilakukan pengenalan lebih dalam mengenai identitas dan sejarah perjalanan  Kota Malang melalui bangunan peninggalan sejarah, agar citra kota tersebut bisa digali lebih dalam lagi sesuai dengan identitasnya.

Pentingkah menjaga peninggalan bersejarah? Tentunya sangat penting, karena peninggalan bersejarah itu memiliki nilai-nilai yang cukup tinggi yang bermanfaat bagi kehidupan. Manfaat lainnya juga agar generasi muda penerus bangsa dapat mengetahui jejak zaman sejarah di negerinya. Sejarah selama ini dikemas dengan gaya bahasa yang terlalu kaku sehingga banyak orang beranggapan bahwa belajar sejarah membuat hidup akan tidak berkembang dalam menghadapi masa depan.

Namun berbeda dengan masyarakat di Filiphina yang beranggapan bahwa nilai-nilai di masa lampau merupakan sebuah bentuk persiapan untuk sekarang dan masa depan. Oleh sebab itu ada istilah “ang hindi makararating sa pinanggalingan, hindi makararating sa paroroan”. Seseorang yang tidak menoleh ke masa lampau tidak akan mendapatkan tujuannya (Alex Sobur, 2004).

Jika melihat kebanyakan daerah di Indonesia masyarakatnya masih tidak tahu dan paham mengenai peninggalan-peninggalan bersejarah yang belum terekspos, seperti di Kota Malang adanya bangunan yang sangat berpengaruh pada peradaban kota malang pada masa kolonial dulunya, misalnya bangunan jembatan SMA Frateran, Goa Jepang, dan Menara Bekas Pengawas dekat Rumah Sakit Saiful Anwar.

Padahal jika dilihat dari nilai historis yang terkandung pada bangunan, situs, maupun benda-benda peninggalan sejarah yang hingga saat ini masih ada di Kota Malang, banyak menyimpan sebuah pembelajaran bagi semua masyarakat tanpa disadari, agar dapat mempermudah menghadapi peristiwa serupa dan dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Bahkan seorang Filsuf Yunani Kuno, Cicero berkata Sejarah adalah guru kehidupan terbaik. Sedangkan Filsuf asal Spanyol Santayana (1863-1952) menurutnya mereka yang gagal mengambil pelajaran dari sejarah dipastikan akan mengulangi pengalaman itu.

Bentuk kepedulian pemerintah Kota Malang terhadap bangunan-bangunan bersejarah dengan cara membuat cagar budaya sebagai perawatan dinilai lebih efektif dan juga bangunan-bangunan yang masuk dalam cagar budaya lebih terawat dan tidak terkikis zaman sehingga mulai kehilangan nilai fungsi serta makna di dalamnya.

Pada pengimplementasiannya harus ada keseimbangan pada kalangan masyarakat, dimana masyarakat hanya perlu berpartisipasi dengan merawat dan tidak merusak bangunan, adapun kebijakan tersebut diambil dengan pertimbangan UU cagar budaya. Sementara itu peninggalan situs bersejarah akan diawasi oleh dinas kebudayaan dan pariwisata, dengan harapan Kota Malang mampu menjadi kota heritage di Indonesia.

Dalam jurnal milik berjudul “Potensi Wisaya Bangunan Kolonial di Kota Malang”, Debora Budiyono dan Riyanto Djoko menyebutkan bahwa dengan dibuatnya solusi cagar budaya oleh Pemkot di Kota Malang maka akan menjadi sebuah aset negara. (Handinoto, 1996) bependapat mengenai wisata budaya yang mana sebagai perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan mengadakan kunjungan, kebiasaan adat istiadat, cara hidup dan seni suatu daerah.

Sedangkan wisata sejarah merupakan orientasi pada objek-objek atau benda bersejarah (Yoeti, 1996). Di mana saatnya bagi pemerintah maupun masyarakat Kota Malang khususnya untuk merawat dan melestarikan bangunan-bangunan yang mulai tak terawat.

Perlindungan terhadap bangunan peninggalan bersejarah perlu dilakukan. Hal tersebut telah dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah Kota Malang, dengan melakukan perbaikan serta perawatan terhadap beberapa bangunan tersebut. Namun sangat disayangkan pemerintah tidak melakukan itu terhadap semua bangunan peninggalan dan terfokus dengan bangunan tertentu. Dan bahkan sampai ada bangunan yang akan dijual padahal di dalamnya  banyak menyimpan berbagai peninggalan sejarah.

Informasi dalam Kumparan.com, menjelaskan bahwa salah satu bangunan bersejarah di Malang yang sudah mulai dijual yaitu Museum Bentoel yang kini sudah berplakat “DIJUAL”. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan jika melihat selama ini Museum Bentoel adalah lokasi pabrik pertama, dan dulunya juga ikut serta dalam mendanai perlawanan kepada kolonial di masa kemerdekaan, tidak hanya itu saja di museum ini terdapat banyak koleksi terlebih para pengunjung bisa meneladani kegigihan pabrik rokok tersebut yakni Ong Hok Liong.

Selain pemerintah, masyarakat tentunya juga memiliki peranan penting supaya turut membantu melestarikannya. Beberapa cara dalam melestarikan dan merawat sebuah peninggalan bersejarah, kita sebagai masyarakat asli Kota Malang, perlu memperhatikan dan ikut serta dalam memelihara bangunan bersejarah dengan sebaik-baiknya. Dan sebaiknya sebagai pengunjung (wisatawan) sendiri juga harus turut menjaga kebersihan pada area bangunan, serta harus mentaati aturan yang berlaku di setiap tempat bangunan peninggalan.

Tetap mengawasi bangunan peninggalan agar tidak ada oknum yang melakukan corat-coret terhadap bangunan, karena pada zaman sekarang banyak sekali oknum yang melakukan tindakan vandalisme. Hal itu tentunya dapat merusak dan mengurangi nilai keindahan dari keaslian bangunan tersebut.

Dikutip dari Kompas.com, upaya pelestarian peninggalan bersejarah dapat dilakukan sesuai dengan bentuk dan jenis peninggalan bersejarah. Contoh cara melestarikan bentuk peninggalan bangunan adalah menjaga kebersihan di dalam dan di luar bangunan, menjaga dan merawat peninggalan berupa peralatan dan perlengkapan dan mencegah dari kerusakan-kerusakan karena alam atau tangan manusia.

Jikapun ada yang melakukan pelanggaran dengan merusak atau mencemari bangunan itu maka harus dijatuhi sanksi, karena perilaku tersebut sangat merugikan upaya pelestarian bangunan bersejarah. Artinya kita dapat menghentikan sebuah kemunduran dengan pelestarian peninggalan bangunan bersejarah, guna menjadi cara untuk memberikan kesadaran mengenai keja di masa lampau kepada generasi selanjutnya. 

Peninggalan-peninggalan tersebut tentunya menjadi warisan dari generasi masa lalu, dan harus dijaga sampai saat ini agar dapat diteruskan bagi generasi yang akan datang. Jaguar D Saluo, seorang sejarahwan berkata, “sejarah adalah harta manusia yang akan menunjukan jalan menuju masa depan”.

Hal itu juga berguna baik untuk kesadaran masyarakat Kota Malang agar tetap bisa memiliki semangat supaya mampu menghadapi persoalan di masa depan. Dengan demikian belajar melalui kesadaran di masa lalu bukanlah mengingat kekalahan dan kehancuran dalam peperangan di masa suram. (Fiq)

Penulis: Moh. Fiqih Aldy Maulidan

Editor: Rofidah Noor 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.